Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur lewat Surat Edaran 451/10180/012.1/2021 tentang Salat Idulfitri 1442 Hijriah di Masa Pandemi, menetapkan batas maksimal jemaah di zona oranye 15 persen dari total kapasitas masjid.
Sebelumnya, Khofifah berpendapat tentang Surat Edaran Menteri Agama yang melarang Salat Id di masjid di zona oranye. Dia bilang, seharusnya di zona oranye masih memungkinkan digelar Salat Id di masjid.
Imbauan Menteri Agama hanya membolehkan Salat Id di zona kuning dengan pembatasan jemaah maksimal 50 persen dari kapasitas masjid. Khofifah berpendapat di zona oranye boleh 25 persen.
Tidak seperti pendapatnya kemarin, pada akhirnya apa yang diatur dalam SE yang Khofifah tandatangani hari ini, Senin (10/5/2021), Salat Id di masjid zona oranye dia bolehkan maksimal 15 persen.
Tidak hanya itu, dalam surat edaran itu Khofifah memutuskan zonasi penyelenggaraan Salat Id ini menggunakan pemetaan berbasis PPKM Skala Mikro, bukan zonasi kabupaten/kota.
“Kalau menggunakan skala mikro, kepala desa, lurah, melibatkan Babinsa dan Babinkamtibmas lebih mudah melakukan pemetaan. Ini penting, utamanya kemungkinan shaf yang rapat bisa dihindari karena jemaah akan dipecah di beberapa tempat,” kata Khofiah.
Lebih lanjut dia menambahkan, pemilihan format Salat Id berbasis PPKM Mikro akan lebih fokus merujuk pada monitoring pendisiplinan sub basis di tingkat RW, RT, dan desa.
Menurut Khofifah, langkah itu memungkinkan untuk mengatur para warga terutama dalam pelaksanaan ibadah Salat Idulfitri itu.
SE Gubernur itu juga mengatur pelaksanaan khutbah yang dipersingkat maksimal 10 menit serta surah yang dibacakan selama salat dianjurkan surah-surah pendek seperti surah Al Ikhlas dan Al Kafiruun.
Sedangkan untuk kegiatan takbiran di malam lebaran, SE itu mengatur pelaksanaannya cukup di masjid dengan jumlah peserta maksimal 10 persen dari total kapasitas masjid. Sedangkan takbir keliling ditiadakan.
“Artinya bahwa rasa untuk bisa melaksanakan Salat Id bisa terpenuhi, namun protokol kesehatan bisa terjaga. Dan kalau ada panitia yang dibentuk, senantiasa bisa mengingatkan untuk tidak bersalaman,” jelas Khofifah.
Dirinya juga mengimbau, lini terbawah di tingkat RT agar menyiapkan masker bagi jemaah. Termasuk menyediakan fasilitas cuci tangan bagi para jamaah sebelum memasuki masjid atau lapangan.
Khusus untuk para Imam, Muadzin, dan Marbot harus sudah dapat vaksinasi. Selain itu, jamaah juga diimbau berwudhu di rumah, membawa sajadah sendiri, dan memastikan membawa kantong kresek untuk alas kaki.
Ketua Umum Muslimat NU itu juga mengimbau, sebelum masuk masjid, jamaah wajib memakai masker. Mereka harus melewati pengecekan suhu tubuh dan bilik sterilisasi, serta cuci tangan.
Adapun pelaksanaan sholat dan khutbah Idulfitri maksimal 30 menit saja untuk mempersingkat waktu lewat bacaan surah pendek dan durasi khutbah maksimal 7-10 menit saja.
Sementara untuk menghindari terjadinya kerumunan, Khofifah juga mengimbau kepada masyarakat untuk segera pulang ke rumah setelah Salat Idulfitri.
Khofifah tetap khawatir peningkatan jumlah kasus pasca-Idulfitri tahun lalu terulang lagi. Saat itu, Jatim mengalami peningkatan jumlah kasus mencapai 150 persen dari jumlah sebelumnya.
“Saat libur Idulfitri tahun lalu, kasus sebelumnya 200 per hari jadi 400 sampai 500 per hari. Ada juga kenaikan kasus pasca liburan Agustusan, dari 400 kasus perhari jadi 650 perhari. Mohon ini dilihat dari satu kesatuan,” ujarnya.
Khofifah kembali mengingatkan, unjung-unjung (silaturahmi) antartetangga dan sanak saudara agar tidak dilakukan. Mobilitas orang berwisata yang sangat berpotensi penyebaran virus juga dibatasi.
“Prinsipnya menghindari kerumunan dengan penerapan protokol kesehatan,” jelasnya.(den/iss/ipg)