Momentum ramadhan tahun ini, Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa timur mensosialisasikan penggunaan Quick Response Indonesia Standard (QRIS) kepada masyarakat sebagai salah satu instrumen penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf).
Topik inilah yang diangkat dalam Ngobrol Online Inspiratif (Ngopi) dengan tema, Bayarkan Ziswaf dengan Sekali Tap, yang dihadirkan secara virtual, Rabu (5/5/2021) bersama narasumber, Irmadita Citrashanty pemilik Aiola Canteen, Ustad Nur Huda, S.Ag, M.Pd.I, Luqman Al-Hakim Wakil Ketua STAI, Aidil Bustamir Manajer BSI Area Surabaya Raya, Indokhul Ma’mun Manajer Kelembagaan Baitul Maal Hidayatullah Provinsi Jawa Timur.
Aidil Bustamir Manajer Bank Syariah Indonesia (BSI) Area Surabaya Raya mengatakan, di masa pandemi ini masyarakat tetap bisa berbagi, meski dari rumah dengan hanya memindai scan barcode. “Pandemi tidak menghalangi kita dalam berbagi kepada sesama. Saat ini QRIS dapat digunakan untuk membayar Ziswaf,” kata Aidil Bustamir. BSI dapat menjadi pilihan masyarakat untuk menyalurkan Ziswaf secara instan melalui layanan pada platform BSI Mobile. “Sehingga tidak hanya menjadi media pengelolaan keuangan, namun juga memudahkan untuk beramal dan berbagi kepada sesama,” jelasnya.
Soal sah tidaknya berzakat secara digital, Ustad Nur Huda menegaskan, masyarakat tidak perlu khawatir bila ingin berzakat praktis tanpa tatap muka, sebab pembayarakan zakat lewat kanal digital hukumnya tetap sah.
“Zakat itu yang terpenting niatnya ikhlas, tanpa ijab qobul secara lisan insyaallah tetap sah, tanpa harus ada tatap muka, fadilah bisa kita dapatkan, “tegasnya. Soal akad, infaq atau sedekah, Ustad Nur Huda menjelaskan, adanya ijab qobul, bisa dengan lisan atau bukti transaksi lain. “Ijab Qobul sebagai konfirmasi bahwa pemberian infaq atau sedekah dilakukan secara sengaja dan diketahui kedua belah pihak,” ujarnya.
Fatwa tentang Uang Elektronik Syariah, sesuai dengan fatwa No: 116/DSN-MUI/IX/2017. Akad antara penerbit dengan pemegang uang elektronik adalah akad wadi’ah atau akad qardh. Akad yang dapat digunakan penerbit dengan para pihak dalam penyelenggaraan uang elektronik (prinsipal, acquirer, pedagang , penyelenggara kliring, dan penyelenggara penyelesai akhir) adalah akad ijarah, akad ju’alah, dan akad wakalah bi al-ujrah, dan akad antara penerbit dengan agen layanan keuangan digital adalah akad ijarah, akad ju’alah, dan akad wakalah bi al-ujrah.
Sedangkan fatwa tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah sesuai
Fatwa No:117/DSN-MUI/II/2018, menyebutkan Penyelenggaraan Layanan Pembiayaan berbasis teknologi informasi tidak boleh bertentangan dengan prinsip Syariah, yaitu antara lain terhindar dari riba, gharar, maysir, tadlis, dharar, zhulm, dan haram. Akad yang digunakan oleh para pihak dalam penyelenggaraan layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi dapat berupa akad-akad yang selaras dengan karakteristik layanan pembiayaan, antara lain akad al-bai’, ijarah, mudharabah, musyarakah, wakalah bi al ujrah, dan qardh.
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) juga membuat ketentutan akad terkait e-money syariah. Pertama, Akad Wadi’ah, akad yang terjadi antara penerbit dan pemegang e-money syariah, di mana nominal uang elektronik tersebut berifat titipan dan dapat digunakan oleh pemegang kartu kapan saja. Jumlah uang elektronik yang dititipkan tidak boleh digunakan penerbit kecuali atas izin pemegang kartu. Kedua, Akad Qardh Sebelumnya penerbit e-money syariah akan menentukan jumlah maksimal dana float (dana titipan yang belum digunakan oleh pemilik dana). Apabila dana float ini dengan izin pemiliknya digunakan oleh penerbit, maka barulah diberlakukan akad qardh atau akad pinjaman.
Ustad Nur Huda berharap denga adanya penjelasan tinjauan syariah Fiqih Ziswaf non tunai tersebut, masyarakat tidak ragu lagi berdonasi secara digital terutama di tengah kondisi kenormalan baru. (man/tin)