Gatut Priyowidodo Ph.D, Dosen Komunikasi Politik dan Komunikasi Organisasi Universitas Kristen (UK) Petra mengatakan, saat ini berita bohong atau hoaks sudah menjadi komoditas yang diproduksi secara masif, layaknya sebuah ‘industri’ yang diproduksi untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
“Saya kira hoaks itu komoditas yang diproduksi oleh “fabrikasi” atau “industri” karena di sana mungkin ada keuntungan ekonomi, keuntungan pengaruh, yang serta-merta bisa mempengaruhi kepentingan pihak lawan. Baik sikap dan tindakan politiknya, misalnya,” katanya kepada Radio Suara Surabaya.
Salah satunya adalah kabar tentang keberadaan tujuh kontainer berisi surat suara yang sudah tercoblos pada sisi salah satu pasangan calon, yang diduga kuat merupakan hoaks. Berita ini bahkan empat membuat puyeng para penyelenggara pemilihan umum. Baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Tidak hanya para penyelenggara Pemilu, Gatut juga melihat, polisi selama ini memang kesulitan untuk mencegah maraknya hoaks ini. “Semakin mereka membuat pencegahan, semakin ada kreatifitas dari mereka “para pelaku industri kreatif di bidang hoaks” ini. Mereka terus menerus membuat cara baru, bagaimana menyebar hoaks,” katanya.
Akademisi di bidang komunikasi politik ini pun percaya, selalu ada maksud jelek di balik penyebaran berita bohong yang akan berdampak pada kesadaran pemilih. Tentu saja, kata Gatut, berita hoaks tidak berkontribusi positif untuk meningkatkan kesadaran pemilih menyalurkan hak pilihnya demi kepentingan demokrasi ke depan.
“Untuk kepentingan jangka pendek ini sangat berpengaruh. Apalagi warga atau publik yang belum (pernah) terkontaminasi berita palsu seperti ini terus diterpa berita-berita palsu. Tanpa disadari, mereka akan mempertanyakan benar atau tidak ya? Akan muncul persepsi delegitimasi lembaga-lembaga pemilu. Masyarakat mulai mempertanyakan kredibilitas penyelenggara Pemilu,” katanya.
Untuk mengatasinya, dirinya dan rekan-rekannya sebagai akademisi di universitas mendorong adanya literasi media bagi masyarakat. Agar masyarakat semakin paham bagaimana mengonsumsi berita dari sumber berita yang benar dan kredibel.
“Perlu upaya lebih bagi masyarakat dalam memperoleh berita. Jangan mudah percaya terhadap informasi yang diblasting dengan cepat di media sosial. Perlu ada kroscek dari sumber berita yang punya kredibilitas dan bisa dipercaya. Saya kira masih ada komponen masyarakat yang punya kesadaran penuh dan bisa mendorong komunitas di sekitarnya agar tidak mudah percaya pada kabar hoaks,” katanya.(den/rs)