Sabtu, 23 November 2024

Perkiraan Ahli Kelautan ITS Soal Tenggelamnya KRI Nanggala 402

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
KRI Nanggala-402. Foto: wikipedia.id

Ir. Wisnu Wardhana, M.Sc., Ph.D, dosen Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengatakan, Selat Bali, tempat di mana kapal selam KRI Nanggala 402 hilang kontak, adalah selat dengan arus tercepat di Indonesia. Selat itu juga banyak palungnya.

“Dasar laut itu tidak rata, tidak seperti lapangan. Ada gunungnya, lembah. Ini yang membuat KRI Nanggala-402 belum terdeteksi,” kata Wisnu kepada Radio Suara Surabaya, Sabtu (24/4/2021) siang.

Wisnu memperkirakan, kemungkinan kapal selam yang mengangkut 53 awak ini posisinya menghujam ke dasar laut dan berada di karang yang tertutup atau rongga palung.

Posisi KRI Nanggala yang dia perkirakan berada di 500 sampai 700 meter di bawah permukaan air juga mengkhawatirkan. Sebab desain dan usia kapal selam buatan 40 tahun silam itu, seharusnya maksimum bisa menyelam sampai 200 meter saja.

“Tekanan hidrostatik di kedalaman 500 sampai 700 meter itu antara 50 sampai 70 bar. Sedangkan desain maksimum hanya bisa menahan 20 bar saja,” kata Wisnu.

Dia ibaratkan efek tekanan hidrostatik itu seperti meremas telur. Kalau Pressure Hull (lambung tekanan) kapal selam sudah retak, air dengan tekanan besar akan masuk sehingga mesin dan sonar tidak berfungsi sama sekali.

“Di dalam pressure hull itu tempat kru. Ada permesinan di situ, ada tangki minyak, ada baterai. Jadi kalau sampai minyaknya keluar, kesimpulan saya pressure hull-nya rusak. Pressure hull ini sudah membentur dasar sehingga dia retak,” ujar Wisnu.

Wisnu menjelaskan bahwa pressure hull berfungsi melindungi awak, mesin, baterai, tangki ballast, tangki bahan bakar di dalam kapal selam. Di dalam pressure hull, tekanan udara diatur selayaknya tekanan udara di darat.

“Meskipun saya tidak mengesampingkan tangan-tangan Tuhan, tapi secara teori itulah yang terjadi. Saya pikir semua tim pencari sudah maksimal dengan segala keterbatasan alat yang ada,” ujarnya.

Kecelakaan kapal selam di laut ini, menurutnya, yang pertama kali terjadi di Indonesia. Menurut Wisnu, ini adalah pengalaman dan refleksi Indonesia sebagai negara yang memelihara alutsista lama. Bagaimana melakukan update dari maintenance alat produksi lama.

Selain itu, melihat kedalaman laut Indonesia yang cuma 100 meter di bagian barat dan sampai 5.000 meter di bagian timur, kata Wisnu, Indonesia harus mendesain kapal selam berukuran kecil. “Kapal selam kita ukurannya 60 meter. Berarti hanya cocok untuk wilayah timur,” katanya. (iss/den)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs