Nasir Djamil mantan anggota Komisi II DPR RI menjelaskan, untuk menjadi komisioner KPU butuh kematangan dan kelihaian, termasuk membangun jaringan.
Kata Nasir, dalam Undang-Undang Pemilu sudah diatur banyak hal, baik pada penyelenggara pemilu maupun pemilu itu sendiri.
Pernyataan Nasir disampaikan dalam sebuah diskusi dengan tema ‘KPU Batal Sosialisasikan Visi Misi Paslon, Ada Apa?’ bertempat di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Senin (7/1/2019).
“Menurut saya yang dibutuhkan komisioner KPU adalah kematangan dan kelihaian, termasuk jaringan. UU Pemilu kan aturannya banyak. Bab 2 pasal 2,3,4 adalah ruh dari penyelenggara Pemilu dan Pemilu itu sendiri,” kata Nasir.
Soal visi dan misi Capres dan Cawapres, menurut dia, sebaiknya tidak dibawa ke aturan teknis seperti pembatalan penyampaian visi dan misi tersebut.
“Jangan dibawa ke aturan teknis. Ini tujuannya untuk mewujudkan pemilu berintegritas,” tegasnya.
Penyampaian visi dan misi, kata Nasir, adalah bagian dari sistem. Kalau kemudian tidak konsisten,maka membuka peluang untuk dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), karena menyangkut etika.
“Penyelenggara pemilu menurut saya tidak hanya memaknai teknis, tapi juga memaknai setiap kosakata dalam pemilu. Kita ingin hadirkan integritas dalam pemilu, supaya masyarakat bisa terang benderang,” jelasnya.
Nasir menjelaskan penyampaian visi dan misi Capresdan Cawapres merupakan bagian dari edukasi ke masyarakat.
“Saya melihat pembatalan penyampaian visi dan misi dalam perspektif yang kami lihat adalah tidak ada upaya serius untuk melakukan edukasi kepada masyarakat Indonesia terutama rakyat Indonesia yang memiliki hak memilih pada 17 April 2019,” tegas Nasir.
Nasir mengatakan, dengan pembatalan penyampaian visi dan misi Capres-Cawapres akhirnya KPU membuka celah spekulasi untuk dicurigai publik yang kemudian bisa menghabiskan dan menguras energi.(faz/iss/ipg)