FABA atau fly ash dan bottom ash merupakan abu batu bara yang dihasilkan dari pembakaran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Secara sifatnya, abu tersebut dibagi menjadi abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Abu terbang ditangkap dengan electrostatic precipitator (ESP) sehingga lebih dapat dikendalikan dan tidak menyebar ke udara sekitar, sedangkan bottom ash dikelola dengan sistem basah conveyor tertutup sehingga terkendali (tidak menyebar).
Koespraptini Ria dari Asosiasi Lingkungan Industri Ketenagalistrikan Nasional memaparkan, salah satu syarat pembangunan PLTU adalah harus dilengkapi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), yang di dalamnya tercantum jumlah fly ash yang digunakan untuk pembangkit, berapa hasil FABA dan cara menangkap FABA.
Dalam pembakaran, Ria menambahkan, 90 persen abu akan menjadi fly ash dan sisanya menjadi bottom ash.
Sebagai limbah non B3 terdaftar, pemanfaatan FABA dalam berbagai bidang lebih mudah. Ria mencontohkan di antaranya untuk substitusi material konstruksi, rehabilitasi lahan tambang, pemberdayaan UMKM, dalam bidang pertanian FABA dapat digunakan sebagai penyubur lahan.
Hal ini sudah dilaksanakan dari tahun 2015 oleh PLTU bekerjasama dengan Dinas Pertanian daerah setempat. Namun untuk pemanfaatannya diperlukan izin.
“Dalam pemanfaatannya diperlukan izin oleh penghasil limbah mau pun yang akan memanfaatkan,” terang Ria dalam talkshow wawasan bertema Pengelolaan dan Optimalisasi Pemanfaatan FABA di Radio Suara Surabaya, Selasa (30/3/2021).
Januarti Jaya Ekaputri Akademisi ITS dalam forum yang sama menambahkan, FABA dapat dimanfaatkan dalam material beton sebagai pengganti semen. Material fly ash diklaim lebih halus partikelnya dibanding semen.
“Kita lihat fly ash kehalusan partikelnya lebih halus dari semen karena mengandung silika dan alumunium. Ini yang menyebabkan propertinya mirip semen, jadi dalam pembuatan beton, fly ash digunakan untuk menggantian sebagian bahan baku semen,” katanya.
Fly ash dalam dunia konstruksi disebut juga sebagai pozolan yang bila bertemu dengan semen dan air, ia punya sifat sebagai pengikat. Sedangkan bottom ash menurutnya tidak bisa dijadikan sebagai pengganti semen karena partikelnya lebih berat dan kasar. “Mungkin bisa menggantikan pasir,” lanjutnya.
Seperti diketahui, pada tanggal 2 Februari 2021 lalu Pemerintah merubah status FABA melalui penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan menjadi Limbah Non B3. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan bahwa penetapan FABA sebagai kategori bukan limbah B3 sudah berdasarkan kajian ilmiah.
Pembakaran batu bara pada PLTU diklaim sudah menggunakan pulverize coal, di mana pembakaran batu bara menggunakan temperatur tinggi sehingga karbon yang tak terbakar dalam FABA menjadi minimum dan lebih stabil. Selain itu performa ESP berada di angka 99 persen, mendekati 100 persen. (dfn/bid)