Sabtu, 23 November 2024

Beda Pendapat dengan Pusat, MUI Jatim Berfatwa AstraZeneca Halal dan Suci

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
MUI Jatim saat menyampaikan hasil fatwa tentang vaksin AstraZeneca. Foto: Istimewa.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur telah menyampaikan fatwa tentang vaksin AstraZeneca yang segera dipakai vaksinasi Covid-19 di Indonesia.

KH Makruf Chozin Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim mengakui, ada perbedaan pendapat MUI Jatim soal fatwa mengenai vaksin buatan Inggris yang diproduksi di Korsel itu.

Meski demikian, Makruf menegaskan, pada kesimpulan akhir, fatwa MUI pusat maupun MUI Jatim sama-sama boleh dipakai untuk vaksinasi.

“Hanya saja menurut MUI Pusat bolehnya karena darurat. Bagi MUI Jatim bukan karena darurat. Ya, karena memang tidak sampai menjadi najis,” katanya.

Dia bandingkan dengan penerapan vaksin meningitis bagi calon jemaah haji dan umrah. Itu tidak pernah dipermasalahkan. Padahal kedaruratannya tidak seperti di masa Pandemi Covid-19.

MUI Jatim, kata Makruf, telah mendapatkan banyak data. Baik dari LPPOM Pusat, juga beberapa pengkaji dari kedokteran dan lain sebagainya.

“Dari para pakar itu ada perbedaan. Ada yang langsung bilang tripsin-nya itu menggunakan benda yang diharamkan. Tapi menurut pakar lain tidak sampai bersentuhan. Hanya untuk membiakkan saja,” ujarnya.

Tripsin adalah enzim atau protein yang mempercepat reaksi biokimia. Tripsin menjadi reagen yang banyak dipakai selama pembuatan produk obat biologis.

Nah, tripsin ini didapatkan dari hasil ekstraksi bagian tubuh tertentu hewan. Memang, yang banyak menjadi bahan ekstraksi tripsin ini adalah pankreas babi.

“Jadi apapun pendapat dua pakar yang ulama di bidang masalah ini. Bagi kami di kalangan fiqih Islam, bisa ditemukan dalam satu titik sudut pandang,” ujarnya.

MUI Jatim memakai analogi, bahwa ketika ada benda haram kemudian mengalami perubahan pada status lain, maka benda itu sudah menjadi suci dan menjadi halal.

Fatwa MUI Pusat yang mengharamkan AstraZeneca tapi boleh karena kedaruratan, menurut Makruf berpedoman pada salah satu pendapat ulama Madzhab Syafi’iyah.

Bahwa selama sesuatu itu bersentuhan dengan benda najis maka benda itu tetap terkategori najis. Pendapat ini berbeda dengan kalangan ulama Madzhab Hanafi.

“Meskipun sudah terjadi persentuhan, tetapi karena sudah beralih fungsi sudah berubah suci. Seperti anggur yang jadi khamr (minuman keras) lalu jadi cuka. Awalnya suci menjadi najis, lalu menjadi suci lagi,” ujarnya.

MUI Jatim berpegang pada itu. Menganggap bahwa Vaksin AstraZeneca itu, yang awalnya dari virus yang suci kemudian kecampuran tripsin yang najis, setelah tripsin diangkat kemudian jadi vaksin.

“Maka vaksin itu sudah menjadi halal lagi, menjadi suci lagi dan kita tidak perlu ragu lagi,” katanya.(den/bid)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs