Pemerintah Kota Surabaya memiliki sekitar 200-an Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di banyak titik untuk mengolah limbah cair agar tidak langsung mengalir ke sungai atau laut yang berimbas pencemaran lingkungan.
Eko Agus Supiadi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemkot Surabaya mengakui, pengawasan IPAL di Surabaya masih minim karena keterbatasan jumlah petugas pengawas. Sehingga, banyak di antaranya tidak berfungsi karena jarang dibersihkan atau rusak.
“Saya akui memang (pengawasan) terbatas SDM. Tapi kebanyakan kasus, setelah kita telusuri memang IPAL-nya bermasalah. Ada yang tidak dibersihkan atau rusak,” kata Eko kepada Radio Suara Surabaya, Senin (22/3/2021).
Eko mengatakan, limbah air sungai selain disebabkan limbah rumah tangga, juga banyak unit usaha makanan yang tidak memiliki sistem pengelolaan limbah.
“Perusahaan-perusahaan yang menghasilkan limbah air, di sini memang wajib (diolah) tapi kadang-kadang ini juga sudah berlanjut, sudah terbangun. Mereka kesulitan tempat seperti ruko-ruko itu ditempatkan di mana,” tambahnya.
Selain IPAL, Eko mengatakan juga ada beberapa program pengelolaan air seperti biopori yang banyak dipasang di taman-taman untuk bisa menyerap air.
“Taman diperbanyak karena bisa menyerap air. Diperbanyak IPAL disedot rutin petugas dinas kebersihan. Sebanyak 200 lebih dan di kampung ada 60-an,” ujarnya.
Eko menambahkan, peran masyarakat juga sangat dibutuhkan jika mengetahui IPAL sedang tidak berfungsi. Sehingga DLH Surabaya dapat segera menangani dengan cepat.(tin/bid)