Sabtu, 23 November 2024

Hasil Bahtsul Masail PWNU Jatim Berbeda dengan Fatwa MUI, Ketua PWNU Jatim: PWNU Tidak Berfatwa

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Seorang pekerja medis menyiapkan dosis vaksin Covid-19 AstraZeneca di pusat vaksinasi. Foto: ndtv.com

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebutkan, vaksin AstraZeneca dalam pandangan hukum Islam najis karena mengandung unsur babi namun boleh digunakan (mubah) karena kondisi darurat.

Sementara, sebelumnya, lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim menyampaikan hasil pembahasan, vaksin AstraZeneca halal dan suci meski pada prosesnya melibatkan unsur babi.

KH Marzuki Mustamar Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim bilang, keputusan LBM itu bukan merupakan sebuah fatwa, tapi sekadar menginformasikan hasil pembahasan bahtsul masail soal vaksin.

“Kalau fatwa itu kewenangannya MUI,” katanya usai seminar nasional tentang Syaikhona Kholil Bangkalan, di Surabaya, Sabtu (20/3/2021).

Dia bilang, LBM NU Jatim membahas vaksin merujuk pada fatwa yang dikeluarkan otoritas pemegang fatwa di Al Azhar Mesir, otoritas fatwa Uni Emirat Arab, dan beberapa otoritas fatwa lainnya di Timur Tengah.

“(Otoritas fatwa di Mesir, Uni Emirat Arab, dan Negara lainnya di Timur Tengah) menyatakan (vaksin termasuk AstraZeneca) itu halal,” ujar Marzuki.

Alasannya, kata dia, unsur babi yang terdapat di vaksin sudah berubah wujud. Dalam istilah hukum Islam disebut dengan istihalah, yaitu perubahan sesuatu yang najis (‘ain najasah) menjadi sesuatu yang suci.

“Istihalah itu artinya beralih wujud. Barang najis itu kalau sudah beralih wujud maka tidak menjadi suci, tidak menjadi haram lagi,” tandas Marzuki.

Pengasuh Pesantren Sabilur Rosyad Malang itu lantas mengambil contoh orang yang memakan babi lalu diproses oleh organ tubuh di dalam perut kemudian berkeringat.

Keringat orang yang memakan babi itu hukumnya suci, kendati berasal dari perasan makanan babi.

“Ada yang menjadi kotoran, itu jelas najis. Tapi ada juga yang jadi keringat, nah itu keringat hukumnya suci. Jangan lagi dipikir itu orang makan babi berarti keringatnya najis,” ucap Marzuki.

Contoh lainnya, lanjut dia, ialah pupuk yang terbuat dari kotoran sapi, kambing, atau ayam. (Pupuk itu) dipakai pupuk ketela, singkong, dan semacamnya. Ketelanya boleh dikonsumsi sekalipun bila diurai secara ilmiah ada unsur dari kotoran tadi.

“Ini sudah tidak dihukumi suci karena sudah istihalah, sudah beralih wujud,” tandas Marzuki.

Seperti itulah, kata Marzuki, dalil dan argumentasi hukum yang tertuang dalam fatwa yang dikeluarkan ulama Mesir, Uni Emirat Arab, dan beberapa Negara lainnya di Timur Tengah.

Menurutnya, umat Islam di dunia tidak meragukan lagi kealiman dari otoritas pemegang fatwa di sana. “Di Indonesia juga banyak kiai-kiai yang berguru di sana,” katanya.

Berdasarkan itulah LBM NU Jatim ikut mambahas tuntas dan mengupas vaksin di Indonesia dengan rujukan yang memadai, lalu menginformasikan kepada masyarakat dan umat Islam.

“Sekali lagi menginformasikan, bukan berfatwa,” kata Marzuki.(den/iss/ras)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs