Sabtu, 23 November 2024

DPR Khawatirkan Ketidakadilan dari Insentif PPnBM Mobil Listrik

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Mukhamad Misbakhun anggota Komisi XI DPR RI. Foto: Faiz suarasurabaya.net

Mukhamad Misbakhun anggota Komisi XI DPR mengingatkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berhati-hati soal insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan listrik.

Dia mengatakan, Pemerintah harus benar-benar berhitung soal pemberian insentif tersebut, termasuk risikonya.

“Insentif terhadap suatu sektor akan menjadi disinsentif terhadap sektor yang lain,” ujar Misbakhun di Jakarta, Selasa (16/3/2021).

Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu itu menegaskan, perlakuan terhadap mobil listrik tidak bisa disamakan dengan kendaraan berbahan bakar fosil.

“Tidak apple to apple membandingkan emisi yang sources-nya berbeda dengan electricity,” kata dia.

Menurut Misbakhun, insentif itu belum tentu langsung menarik investor menanamkan modal di bidang industri mobil listrik. Wakil rakyat asal Pasuruan, Jawa Timur itu mengkhawatirkan insentif tersebut akan menjadi pengorbanan besar bagi Indonesia.

“Kalau memang concern kita mau ke electricity vehicle battery atau hybrid sekalipun, menurut saya sacrifice (pengorbanan) kita begitu besarnya,” tuturnya.

Misbakhun menjelaskan, industri otomotif juga mencakup banyak ekosistem, termasuk pembuat komponen pendukungnya. Kalaupun Pemerintah meyakini industri otomotif dalam negeri akan langsung melompat ke mobil listrik, Misbakhun meragukan ekosistem pendukungnya akan ikut serta.

“Apakah kemudian di Indonesia komponen pendukungnya dan ekosistemnya akan mendukung mereka melakukan lompatan itu?” ucapnya.

Misbakhun menuturkan, masyarakat Indonesia sudah ada yang menunggang mobil mewah sekelas Tesla, Lamborghini, bahkan Bugatti. Namun, di jalanan juga masih ada Kijang Kapsul, Kijang Doyok ataupun mobil lawas lainnya.

Oleh karena itu Misbakhun mengkhawatirkan insentif PPnBM justru menjadi bentuk ketidakadilan.

“Faktor fairness-nya harus dapat dirasakan oleh masyarakat,” sambungnya.

Jika memang Pemerintah memberikan insentif PPnBM mobil listrik hingga 0 persen, Misbakhun meminta risiko fiskalnya juga dihitung. Lebih-lebih, sampai saat ini minat masyarakat akan mobil listrik masih kurang.

“Kenapa electricity vehicle ini kurang diminati oleh banyak orang? Orang belum melihat mengenai durability dan daya tahannya seperti apa,” ulas Misbakhun.

Selain itu, Misbakhun juga menyinggung tentang risiko lingkungan. Menurut dia, sampai sekarang belum ada teknologi daur ulang limbah baterai.

“Siapa yang akan mengelola risiko ini?” katanya.

Miabakhun sudah menyampaikan pandangannya ini di dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan Sri Mulyani Menteri Keuangan dan jajarannya di Jakarta, Senin (15/3/2021). Sekaligus menanggapi lontaran Menteri Sri Mulyani soal rencana perubahan Peraturan Pemerintah (PP) 73/2019.

Sekadar diketahui, PP 73 2019 telah diundangkan pada 16 Oktober 2019. PP mengatur pemberlakuannya dalam dua tahun sejak diundangkan, atau mulai 16 Oktober 2021 untuk memberikan transisi pada industri otomotif.

Namun, Pemerintah berencana mengubah beberapa pasal di PP untuk menarik minat investor mobil listrik serta menggerakkan industri otomotif dalam negeri.

Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan, di dalam rapat DPR yang dihadiri juga oleh Febrio Kacaribu Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, mengusulkan perubahan terhadap tarif PPnBM untuk mobil listrik yang tertuang dalam PP No 73 tahun 2019.

Usulan revisi tersebut diberikan dengan pertimbangan agar ada perbedaan selisih insentif yang lebih besar antara mobil listrik dan mobil hybrid yang sebagian masih menggunakan bahan bakar.

Di dalam PP 73 tahun 2019, tarif PPnBM untuk mobil listrik ditetapkan sebesar 0 persen. Hal tersebut tidak diubah. Namun, perubahan terjadi pada tarif PPnBM untuk Plug-In Hybrid Electric Vehicle (PHEV) yang sebelumnya ditetapkan sebesar 0 persen, akan dinaikkan menjadi 5 persen.(faz/dfn/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs