Dr. Agus Machfud Fauzi Msi. Sosiolog Politik Universitas Negeri Surabaya (Unesa) mengatakan, program 100 hari kerja adalah percobaan bagi pemerintah yang baru. Apakah mereka bisa meyakinkan visi dan programnya kepada masyarakat.
“Regulasi Indonesia tidak ada yang memantau itu, hanya sebuah komitmen pemimpin ke rakyatnya. Berhasil atau tidaknya, relatif tidak mengganggu. Kalau berhasil jadi catatan positif. Tidak apa-apa kalau tidak melaporkan, tapi media akan mempertanyakan,” ujarnya kepada Radio Suara Surabaya, Rabu (3/3/2021).
Agus menjelaskan, sejarah program 100 hari kerja berasal dari keberhasilan Franklin Delano Roosevelt, Presiden ke-32 Amerika Serikat memperbaiki perekonomian Amerika Serikat dalam 100 hari pertama di awal masa jabatannya.
“Substansi demokrasi Amerika dan Indonesia, sama. Indonesia meniru kebaikan demokrasi Amerika sesuai substansi pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat,” ucap Agus.
Program 100 hari kerja, menurutnya, juga semacam kampanye untuk pemilihan mendatang. Sebetulnya setelah dilantik, pemimpin yang baru sudah melakukan kampanye untuk meyakinkan rakyat memilih mereka lagi di periode kedua.
Agus mengingatkan para pemimpin yang baru terpilih agar memasukkan pembangunan sumber daya manusia dan pemulihan, selain penanganan pandemi Covid-19 dan infrastruktur dalam program 100 hari kerjanya. (iss/ipg)