Joni Wahyuhadi Ketua Tim Kuratif Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur memastikan pengelolaan sampah medis di rumah sakit tetap menjadi perhatian khusus.
“Sampah medis dikelola sejak dari sumbernya. Di ruangan-ruangan sudah kita bedakan tempat dan kantong sampahnya dengan warna. Kantong kuning untuk sampah infeksius, kantorng hitam non infeksius,” kata Joni kepada Radio Suara Surabaya, Minggu (21/2/2021).
Joni menjelaskan, ada perlakuan khusus bagi sampah benda tajam seperti jarum suntik, jarum infus, dan pisau bedah. Diremukkan dulu sampai tidak berbahaya baru dimasukkan incinerator, dibakar di atas 800 derajat celsius.
Kemudian, untuk mengetes kualitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL), rumah sakit memasukkan ikan ke dalam air keluaran. “Kalau ikan bisa hidup dengan baik berarti treatment kita baik,” ujarnya.
Selama ini selalu ada banyak pihak yang memeriksa pengolahan sampah medis di rumah sakit di Jawa Timur. Seperti tim pengawas dari dinas lingkungan hidup sampai organisasi lingkungan hidup.
Rumah sakit yang tidak memiliki incenerator, menitipkan pengolahan sampah medisnya ke RSUD dr Soetomo Surabaya.
“Rumah sakit tidak menerapkan 3R untuk sampah infeksius sehingga hampir dipastikan aman,” kata Joni.
Untuk diketahui, selama pandemi sampah infeksius meningkat karena banyak limbah medis seperti hazmat dan masker yang harus dibakar.
Banyaknya limbah medis APD dapat terlihat dari banyaknya biaya penanganan Covid-19 di Indonesia yang digunakan untuk pembelian APD dan obat, yakni mencapai 54 persen.
Padahal, jumlah pasien non Covid turun 40 persen selama pandemi. Februari 2021 mengalami sedikit kenaikkan sehingga hanya turun 20 persen.(iss)