Johnny G Plate Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) mengungkapkan bahwa pemerintah menghadapi gelombang infodemik yang berbahaya saat pandemi Covid-18. Pers juga diharapkan membantu pemerintah untuk terus menjadi sumber informasi masyarakat yang terpercaya.
“Kita harus terus waspada menghadapi infodemik yang mengisi ruang-ruang berita melalui post truth, hoaks, misinformasi, dan fake news yang membingungkan masyarakat,” ujar Johnny saat menjadi Pembicara di Konvensi Nasional Media Massa, Senin (8/2/2021) yang merupakan rangkaian Hari Pers Nasional 9 Februari. Hari Pers Nasional (HPN) tahun ini mengambil tema “Pers Nasional Bangkit Dari Krisis Akibat Pandemi Covid-19 dan Tekanan Disrupsi Digital”
Tidak hanya itu, Johnny menegaskan, saat ini pers didorong dapat bertransformasi dan terus beradaptasi dengan pesatnya perkembangan teknologi dan dampak dari Covid-19.
Kemajuan teknologi dan digitalisasi membuat cakupan pers dan media massa semakin luas, mengingat masyarakat yang semakin tergantung pada teknologi digitalisasi.
Di sisi lain, kebutuhan dan permintaan masyarakat terhadap akses informasi yang cepat dan gratis, bahkan meningkat dengan adanya digitalisasi ini. Hal itu dapat dilihat dari hasil survei Nielsen tahun 2020 di mana pembaca media online ada sebanyak 6 juta orang, sedangkan pembaca media cetak hanya 4,5 juta orang saja.
“Saya tentu berharap bahwa pada konvensi hari ini, rekan-rekan pers dan seluruh insan media dapat memperkuat komitmen bersama sekaligus memperluas peran media dalam membangun media massa yang aktual, faktual dan harus akuntabel. Ini penting untuk dilakukan, mengingat media adalah akselerator perubahan sekaligus pilar utama demokrasi,” ujar Johnny yang hadir di acara ini secara virtual.
Dia juga menjelaskan sepanjang 2020 Kemenkominfo sudah melakukan take down atau memutus 2.859 konten digital yang melanggar kekayaan intelektual.
“Sepanjang 2021 satu bulan lebih kami sudah memutus akses 360 konten yang melanggar kekayaan intelektual salah satunya hak cipta,” katanya.
Sementara itu, di acara yang sama Agus Sudibyo anggota Dewan Pers meminta negara perlu mengintervensi platform digital agar tidak memonopoli berlebihan.
Agus yang menjabat Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, menekankan intervensi negara diperlukan melalui publisher right, agar tidak terjadi monopoli yang berlebihan dari platform digital.
Publisher right kata Agus merupakan suatu regulasi yang mengatur hak publisher terkait dengan konten jurnalistik yang diagregasi atau didistribusikan melalui platform digital, baik mesin pencari maupun media sosial.
Pasalnya saat ini dalam landscape industri media secara global terjadi triopoli, di mana 56% belanja iklan global hanya dikuasai oleh tiga perusahan besar yaitu Google, Facebook, dan Amazon. Sedangkan 44% sisanya diperebutkan oleh puluhan ribu media, radio, televisi, dan e-Commerce di berbagai negara.
“Ini pemusatan surplus ekonomi yang belum pernah terjadi dalam sejarah, dalam industri media maupun industri yang lain, di mana triopoli Google, Facebook dan Amazon begitu luar biasa kekuatan ekonominya. Sehingga Google dan Facebook oleh Komite Hukum Senat Amerika Serikat dianggap sebagai perusahaan yang tidak lazim lagi. Mereka begitu kaya, mampu melakukan surveillance dan mengubah arah politik berbagai negara,” kata Agus
Agar mampu menghadapi Google dan Facebook, menurut Agus, media massa tidak mampu bergerak sendiri, harus dihadapi secara kolektif serta mendapat bantuan pemerintah.
“Karenanya, di Amerika Serikat ada undang-undang yang memungkinkan publisher atau pengelola media menghadapi Google dan Facebook secara kolektif. Bila seluruh media di Amerika serikat bersatu dalam suatu union menghadapi Google dan Facebook, tetap mereka lebih kecil. Sehingga intervensi negara dibutuhkan, bukan untuk melawan Facebook dan Google, tetapi membuat mereka tidak melakukan monopoli pemusatan ekonomi yang berlebihan. Dalam konteks inilah muncul regulasi tentang publisher right,” kata Agus.(faz/ipg)