Saleh Partaonan Daulay anggota Komisi IX DPR RI menyayangkan adanya Surat Keputusan (SK) Menteri Keuangan yang menurunkan insentif tenaga kesehatan (nakes) sebesar 50 persen.
Saleh menilai keputusan tersebut berbanding terbalik dengan situasi sekarang dimana penyebaran Covid-19 semakin meningkat.
“Saya menyayangkan keputusan pemerintah melalui SK No. S-65/MK.02/2021 yang menurunkan insentif nakes per orangnya sebesar 50 persen. Keputusan itu dinilai berbanding terbalik dengan situasi penyebaran virus Covid-19 yang semakin bertambah. Wajar jika para nakes kita banyak yang merasa kecewa terhadap keputusan tersebut,” ujar Saleh di Jakarta, Jumat (5/2/2021).
“Setelah dipotong, insentif yang diterima dokter spesialis saat ini menjadi sebesar Rp 7.500.000 per orang per bulan, peserta PPDS sebesar Rp 6.250.000 per orang per bulan, dokter umum dan gigi Rp 5.000.000 per orang per bulan, bidan dan perawat Rp 3.750.000 per orang per bulan, dan tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp 2.500.000 per orang per bulan. Insentif tersebut hanya setengah dari insentif yang diberikan pada tahun 2020 lalu. Bagaimana pun juga, itu tentu sangat dirasakan dampaknya. Apalagi, para nakes kita saat ini bekerja siang malam dalam melayani masyarakat yang terpapar covid. Dapat dikatakan, mereka menyabung nyawa berdiri di barisan terdepan,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan menegaskan kalau besaran insentif tenaga kesehatan (nakes) belum berubah pada 2021 atau tetap sama seperti tahun 2020.
Hal ini ditegaskan oleh Askolani Direktur Jendral Anggaran Kemenkeu dalam keterangan pers secara daring, Kamis (4/2/2021).
“Kami meyakinkan bahwa saat ini belum ada perubahan kebijakan memgenai insentif nakes. Dengan demikian insentif tetap sama seperti diberlakukan di tahun 2020,” tegas Askolani.
Askolani menjelaskan kalau pernyataan ini sekaligus menjawab kesimpangsiuran informasi yang berkembang di luar soal kebijakan insentif bagi nakes.
Menanggapi hal itu, Saleh mengapresiasi penjelasan Kemenkeu yang membatalkan pemangkasan insentif nakes, tetapi, langkah tersebut harus diikuti dengan pencabutan SK Menkeu yang mengatur pemangkasan tersebut.
“Saya mengapresiasi pembatalan itu, tapi harus diikuti pencabutan SK Menkeu dong. Jangan hanya mengumumkan pembatalan tapi SK nya masih tetap atau belum dicabut,” tegasnya.
Kata Saleh, para nakes harus mendapatkan perlakuan lebih. Keikhlasan mereka harus diapresiasi dengan pemberian insentif yang sebanding.
“Saya banyak ditanya soal kebijakan pemotongan ini. Rata-rata menanyakan apakah komisi IX mengetahui kebijakan tersebut. Tentu saya jawab, bahwa kami tidak mengetahui. Kami justru tahu setelah SK-nya keluar dan beritanya dimuat di media,” kata dia.
Selain itu, lanjut Saleh, Komisi IX juga mendesak agar Kemenkes segera membayar insentif nakes yang belum dibayarkan tahun lalu. Berdasarkan informasi yang diterima Komisi IX, masih banyak nakes yang belum dibayar. Bahkan, ada yang baru dibayar sampai bulan April. Bulan Mei – Desember 2020 belum dibayarkan.
“Apa pun alasan yang disampaikan, Komisi IX meminta untuk diselesaikan. Kalau ada kendala administratif, harus dipermudah. Kasihan tenaga kesehatan yang saat ini menunggu tanpa kepastian,” jelasnya.(faz/lim)