Pandemi Covid-19 bukan alasan untuk para santri dan santriwati Pesantren Modern Al Amanah Junwangi, Sidoarjo, berhenti berkreasi. Para santri tetap bisa menampilkan berbagai bakat mereka, mulai dari kemampuan membaca Al Quran, menjadi seorang Da’i, tari, juga musisi.
Banyaknya kegiatan ini, kata Ahmad Zahuda Staf Kepengurusan Santri, menjadi motivasi awal pengurus pesantren untuk membangun usaha Al Amanah Bakery.
Ia mengatakan, sebenarnya usaha bakery sudah menjadi rencana pesantren sejak dua tahun yang lalu. Tapi mulai terealisasi dua bulan terakhir.
Alasan mengapa bakery dipilih jadi produk pesantren, Ahmad Zahuda atau yang akrab dipanggil Gus Iza ini mengatakan, karena roti merupakan produk makanan yang banyak diminti masyarakat
“Di pesantren kita ini ada 1.500 lebih santri, jadi kita lihat sebelumnya roti itu cepat habisnya. Sekitar satu minggu hampir seribu roti habis itu pertama dari luar. Akhirnya kita punya inisiatif bikin di dalam pesantren,” ujarnya.
Gus Iza menceritakan, sebelumnya pesantren sempat mendapat tawaran kerjasama dari salah satu perusahaan roti. Roti yang ditawarkan adalah roti pastry. Namun kerjasama itu dibatalkan karena kurangnya minat santri terhadap pastry selain karena harganya yang lebih mahal.
“Dulu ada salah satu pabrik menawarkan kerjasama seperti pastry, tapi di koperasi tidak begitu laku. Akhirnya kita buat roti manis yang lebih banyak peminatnya,” ujarnya.
“Tantangannya kalau di dalam pesantren, harga itu untuk satri, cocok untuk santri, tidak terlalu mahal dari besar,” lanjutnya.
Tidak hanya melibatkan santri, Pesantren Modern Al Amanah Junwangi, Sidoarjo juga melibatkan warga sekitar dalam pembuatan bakery. Teknis pembuatan Al Amanah Bakery dikomandoi Ustadzah Alik Nadhiroh Staf Kepengurusan Santri. Semua resep dan racikan bakery dibuatnya sendiri hasil belajar dari kanal Youtube.
“Jadi di Al Amanah Bakery ada dua jenis, roti manis dan pastry. 17 jenis untuk roti manis sedangkan untuk pastry beda lagi. Kami tidak menggunakan bahan pengawet dan kualitas rasa kami jamin tidak kalah saing,” katanya.
“Harga kami juga standar, bisa kalangan menengah ke bawah dan pastry untuk kalangan menengah keatas. Harganya seribu, dua ribu. Untuk roti manis harga Rp6 ribu itu sudah roti pizza,” lanjut Ustadzah Alik.
Satu diantara warga sekitar yang terlibat dalam pembuatan Al Amanah Bakery ini adalah Iin (34 tahun.
“Ya lumayan buat kesibukan nggak ada kerjaan soalnya. Roti manis dan pastry biasanya seminggu dua kali produksinya. Kalau ada pesanan ya tambah lagi. (Harapannya) buka cabang yang agak besar biar kerja terus,” kata Iin.
Sedangkan santri yang terlibat dalam pembuatan roti dilakukan secara bergantian, yakni sepekan sekali.
Tim Suara Surabaya sempat diajak mampir ke dapur Al Amanah Bakery yang ternyata sedang proses pengemasan beberapa pastry untuk acara Mahakarya Seni Al Amanah Virtual Show 2020. Disana, tim Suara Surabaya bertemu dengan Annissa Salwa Santriwati kelas 12 yang ikut membantu membuat pastry.
“Siang ini ada waktu luang, jadi siang bantunya. Sering bantu disini, pesanan sebentar lagi diambil. Ada rasa mocca, matcha, coklat pisang,” ujarnya.
Gus Iza mengayakan, santri memang identik dengan hanya belajar agama. Namun pengurus pesantren juga ingin santri dibekali ilmu berbisnis.
“Tapi untuk saat ini persaingan juga ketat. Akhirnya kita juga membekali mereka berbisnis. Itu juga tujuan kita membekali mereka bisa entrepreneur untuk bekal mereka keluar,” tambah Gus Iza.(tin/lim)