Masih ada 334 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dipasung sampai pertengahan 2020. Alwi Kepala Dinsos Jatim mengakui, penanganan ODGJ belum maksimal.
Program penanganan ODGJ, kata Alwi, belum bisa maksimal selama 2020 lalu karena terdampak Pandemi Covid-19 yang juga melanda Jatim.
“Kami punya target, pada 2023 tidak ada lagi warga yang hidup dalam pasungan,” kata Alwi Kepala Dinas Sosial Jatim, Rabu (27/1/2021).
Pada 2021 ini, Alwi menargetkan 100 ODGJ bebas dari pasungan dan segera mendapatkan penanganan yang lebih baik di rumah sakit jiwa.
Dinas Sosial Jatim akan menggandeng Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur, Surabaya dan RSJ Radjiman, Malang dalam melakukan penanganan ODGJ.
“Dua RSJ itu akan membantu memberi pemahaman kepada keluarga. Kemudian merawat ODGJ yang dipasung dan memberi pendampingan,” kata Alwi.
Menurut Alwi, sebagian masyarakat di daerah masih memakai metode pasung dalam menangani ODGJ. Supaya orang itu tidak bisa bergerak dan hanya duduk.
“Ya, agar ODGJ tidak berkeliaran dan mengganggu warga lain. Selain itu, banyak keluarga yang malu, sehingga mengambil tindakan pasung,” katanya.
Masyarakat yang masih melakukan praktik pemasungan ODGJ itu menurutnya tidak memahami Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal, itu melanggar HAM.
Sebagai manusia ODGJ punya hak mendapatkan perawatan yang layak. Ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 36/2009 tentang Kesehatan.
“Pengurungan atau pemasungan ODGJ, sekalipun keluarga melakukan untuk keamanan dirinya dan orang sekitar, menurut peraturan termasuk perbuatan perampasan hak untuk hidup layak,” kata Alwi.(den/lim)