Jumat, 22 November 2024

KJI: RPP Postelsiar Harus Mengakomodir Aturan Pencegahan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
FGD tentang RPP Postelsiar yang diselenggarakan KJI, Jumat (22/1/2021), di Jakarta. Foto: Istimewa

Kolegium Jurist Institute (KJI) Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (RPP Postelsiar) harus mengatur upaya pencegahan persaingan usaha tidak sehat.

RPP Postelsiar yang sedang disusun Pemerintah adalah salah satu aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Hal itu merupakan poin penting dalam focus group discussion (FGD) bertajuk “RPP Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran dalam Perspektif Persaingan Usaha yang Sehat” pada Jumat (22/1/2021), di Jakarta.

Ahmad Redi Direktur Eksekutif KJI mengatakan, FGD ini merupakan bentuk nyata perhatian lembaga yang dipimpin untuk penataan regulasi yang lebih baik.

“RPP Postelsiar perlu mengatur upaya pencegahan terjadinya persaingan usaha tidak sehat, hal itu menjadi penting untuk memberikan kepastian dalam penyelenggaraan telekomunikasi,” ujarnya.

RPP Postelsiar, lanjut Redi, perlu mengatur keterlibatan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sejak tahapan awal proses kerja sama dan/atau pembentukan kebijakan yang berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat, tidak adanya kepastian berusaha serta kerugian bagi penyelenggara telekomunikasi.

“Perlu adanya rumusan yang tegas pengawasan atas persaingan usaha yang sehat dilaksanakan oleh menteri setelah mendapat pertimbangan dari lembaga yang menyelenggarakan urusan persaingan usaha,” imbuhnya.

Dalam forum yang sama, Ridwan Effendi Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) menyebut perlu ada pengaturan peran menteri dalam kerja sama pemanfaatan infrastruktur aktif dalam RPP Postelsiar.

Menurutnya, peran menteri dalam memberikan persetujuan kerja sama pemanfaatan infrastruktur aktif sangat penting supaya persaingan usaha yang tidak sehat bisa dihindari sebelum dilaksanakan kerja sama pemanfaatan infrastruktur aktif dan dalam rangka mewujudkan kepastian berusaha.

Ridwan menambahkan, kerja sama pemanfaatan infrastruktur aktif bisa saja dilaksanakan antaroperator seluler. Tapi, hal tersebut menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat karena kerja sama dilaksanakan oleh operator seluler yang berkompetisi di pasar yang sama.

Senada dengan Ridwan, Riant Nugroho Chairman Institute for Policy Reform menyebut, RPP Postelsiar sudaj mencantumkan aspek persaingan usaha yang sehat dalam substansi.

Tapi, dia berharap pengawasan persaingan usaha yang sehat dilaksanakan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, sejalan dengan rekomendasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), serta memberikan kepastian berusaha.

“Bagi operator telekomunikasi diperlukan pengaturan keterlibatan KPPU sejak tahapan awal proses kerja sama dan/atau pembentukan kebijakan yang berdampak pada timbulnya persaingan usaha tidak sehat,” ucapnya.

Sementara itu, Guntur Syahputra Saragih Komisioner KPPU menyambut baik adanya substansi Persaingan Usaha dalam RPP Postelsiar.

Dia bilang, persaingan usaha memiliki keterkaitan yang tinggi baik dalam Undang-Undang Cipta Kerja mau pun dalam RPP Postelsiar sebagai pengaturan turunannya.

“KPPU siap membantu dalam proses penyusunan RPP Postelsiar,” katanya.

Nasrudin Widyaiswara Utama Kementerian Hukum dan HAM memberikan apresiasi atas apa yang disampaikan para narasumber FGD.

“Semua masukan narasumber menjadi hal yang penting untuk dikaji sebagai materi RPP Postelsiar. Pada rapat-rapat pembahasan ke depan, masukan dari sini akan saya sampaikan,” tegasnya.(rid/tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs