Pemerintah pusat kembali menggulirkan wacana untuk memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali.
Dalam rapat kabinet terbatas yang digelar Selasa (19/1/2021) sore, Pemerintah Pusat memutuskan untuk memperpanjang PPKM selama dua pekan sesudah tanggal 25 Januari, dan terbuka kemungkinan bisa memperpanjang lagi sampai angka positivity rate menurun atau melandai.
Melihat kebijakan Pemerintah tersebut, Prof. Dr. Bagong Suyanto Sosiolog mengatakan untuk tidak melihat PPKM hanya sebagai kebijakan hukum semata, melainkan sebagai sebuah upaya untuk membangun konstruksi sosial di masyarakat.
“PPKM jangan dibaca sebagai kebijakan hukum saja, tapi itu adalah kebijakan yang mencoba mengkonstruksi wacana dan membangun kesadaran atau konstruksi sosial masyarakat bahwa persoalan Covid ini masih jauh dari selesai,” kata Bagong saat mengudara di Radio Suara Surabaya, Kamis (21/1/2021).
Ia menekankan, PPKM harus dipahami sebagai pendekatan yang digunakan pemerintah untuk mengajak masyarakat ikut menjaga dan terlibat aktif menjaga diri dan lingkungan dalam rangka mencegah penularan Covid-19.
Meskipun kebijakan PPKM diperpanjang, ia menilai penegakan di lapangan juga tidak ekstra keras sehingga menimbulkan kesan tarik ulur.
“Pemerintah sepertinya ada di tahap masyarakat harus sadar sendiri bahwa ada risiko sehingga masyarakat harus mengendalikan dirinya sendiri, itu yang diharapkan pemerintah. Selain tentu ada pertimbangan ekonomi kenapa hingga pemerintah tidak menerapkan karantina wilayah, karena ada implikasi dananya. Konsekuensinya Pemerintah harus ikut mensupport kebutuhan dana masyarakat untuk melangsungkan kebutuhannya mengingat kemampuan APBN tersedot untuk kebutuhan selama pandemi,” kata Bagong yang juga dosen Unair Surabaya.(dfn/ipg)