Sabtu, 23 November 2024

Akademisi Soroti 5 Poin dalam Masalah Jalan Rusak di Musim Hujan

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Jalan Raya Sedati Kilometer 2, Gedangan, Sidoarjo rusak berlubang dan berkubang pada Senin (18/1/2021). Foto: Denza suarasurabaya.net

Dr. Machsus Fauzi Dosen Transportasi Teknik Sipil FTSP Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyoroti lima poin permasalahan jalan rusak yang menjadi fenomena tahunan saat musim hujan.

Pertama, potensi adanya penyimpangan dalam pelaksanaan dan operasional. Menurutnya, jika perencanaan dalam pembangunan maupun pemeliharaan jalan sudah sesuai, maka berarti perlu dicek kembali apakah ada penyimpangan dalam pelaksanaannya.

“Misal seringkali pelaksanaan waktu ada gerimis, kok tetap dilakukan penghamparan (aspal)? padahal ada standar suhu dingin, tidak boleh dihamparkan. Pasti nanti cepat rusak karena tidak sesuai spesifikasi,” kata Machsus kepada Radio Suara Surabaya, Senin (18/1/2021).

Kedua, kendaraan dengan muatan berlebih (over dimention over load/ODOL). Padahal, masyarakat umum sebenarnya sudah bisa melihat sendiri kendaraan mana yang muatannya berlebih dan tidak. Namun seringkali truk ODOL tidak ditindak dengan tegas.

Padahal, berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 2019, kerugian negara akibat truk ODOL mencapai Rp43 miliar.

“Kita lihat saja banyak kendaraan-kendaraan yang dimensinya aneh. Kendaraan ODOL fenomena lama yang jalan di tempat,” ujarnya.

Machsus menambahkan, belakangan para akademisi sudah mendesak pemerintah agar prioritas jalan bebas truk ODOL segera direalisasikan. Dan pemerintah mengatakan, kebijakan tersebut benar-benar akan ditegakkan pada 2023.

“Artinya masih lama. Problem lama hingga hari ini belum ada penegakan hukum. Iya mungkin ada yang ditilang, tapi saya rasa belum ada penindakan secara serius bahwa itu dilarang,” katanya.

Ketiga, permasalahan daya dukung tanah yang menyebabkan jalan cepat rusak. Machsus mengatakan, bisa saja dalam proses desain pembangunan sudah tepat. Namun ternyata kontur tanah tidak sesaui dengan desain tersebut.

“Karena di beberapa jalan pantura, ada upaya membuat jalan aspal itu dicor, tapi karena tanah datar tidak sesuai akhirnya dibongkar lagi,” imbuhnya.

Keempat, drainase jalan yang bermasalah atau bahkan tidak ada drainase. Sehingga ketika hujan turun, air menggenang dan membuat aspal menjadi cepat rusak dan berlubang.

Terakhir, masalah anggaran yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Jika alokasi anggaran tidak mencukupi, maka menurut Machsus, hal itu bisa menganggu jadwal pemeliharaan jalan.

Jika pemeliharaan jalan molor dari jadwal seharusnya, maka kerusakan jalan akan lebih besar dan dapat membahayakan masyarakat yang menggunakan jalan tersebut.

Menurut Machsus, dengan adanya tol, seharusnya tingkat kerusakan jalan semakin menurun karena periode pemeliharaan dapat terlaksana sesuai rencana. Namun ternyata kerusakan jalan di musim hujan masih menjadi fenomena tahunan hingga hari ini.

“Kalau tol sudah bagus dan jalan tidak diperlihara, itu soal lain. Surabaya saya amati tidak seintensif dulu-dulu dan itu perlu dicermati,” tutupnya.(tin/lim)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs