Sabtu, 23 November 2024

Aktivis BLM Tanggapi Perlakuan Polisi yang Kontras Saat Kerusuhan di Capitol

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Pendukung Presiden Trump mengerumuni dan memasuki Capitol di Washington DC. Foto: New York Times

Pada 1 Juni 2020 lalu, Amerika Serikat sempat diramaikan dengan aksi demonstrasi Black Lives Matter (BLM) yang memprotes pembunuhan terhadap George Floyd oleh polisi. Menurut laporan The Guardian, saat itu lebih dari 10 ribu demonstran ditangkap.

Johnetta Elzie seorang aktivis hak sipil Amerika menanggapi respon polisi yang sangat berbeda saat aksi Black Lives Matter dengan aksi yang dilakukan para pendukung Trump untuk menghentikan pengesahan hitungan suara pemilu yang dimenangkan Joe Biden di Capitol Hill, yang akhirnya berbuntut kerusuhan.

“Benar-benar lelucon. Maksudku, mereka bahkan tidak mencubit orang kulit putih. Itu bahkan tidak seperti perselisihan keluarga. Dalam perselisihan keluarga, setidaknya Anda mungkin memukul saudara perempuan Anda atau semacamnya. Ini bahkan bukan itu. Rasanya seperti gas air mata tidak tersedia,” kata Ms. Elzie seperti yang dilansir New York Times, Jumat (8/1/2021).

Aktivis Black Lives Matter di seluruh penjuru Amerika Serikat saat ini menyatakan kemarahan mereka pada kerusuhan di Capitol Kamis (7/1/2021) lalu, dan menyindirnya sebagai ‘tanggapan hangat dari petugas penegak hukum kepada sebagian besar pengunjuk rasa kulit putih’.

Menurut mereka, hal itu sangat kontras dengan taktik agresif yang telah mereka alami selama bertahun-tahun, seperti petugas dengan perlengkapan penuh anti huru hara yang telah menggunakan gas air mata, peluru karet dan pentungan.

Dalam pidato nasional Kamis sore, Joseph R. Biden Presiden terpilih juga mengakui perlakuan yang berbeda tersebut. Ia mengatakan bahwa dirinya telah menerima pesan teks dari cucunya yang mempertanyakan tanggapan polisi di Capitol.

Dia berkata, ‘Pop, ini tidak adil. Tidak ada yang bisa memberi tahu saya bahwa jika itu adalah sekelompok Black Lives Matter yang memprotes kemarin, mereka tidak akan diperlakukan sangat, sangat berbeda dari gerombolan preman yang menyerbu Capitol,” katanya seraya menambahkan, “Kita semua tahu itu benar. Dan itu tidak bisa diterima. Benar-benar tidak bisa diterima.”

Sebelumnya, protes jalan raya di Minneapolis yang terjadi beberapa bulan setelah petugas polisi kota membunuh George Floyd. Hal itu memicu protes yang meluas dan menyerukan diakhirinya rasisme sistemik. Di tengah kekacauan demonstrasi pada hari-hari setelah pembunuhan tersebut, polisi mundur dari markas polisi dan membuat pengunjuk rasa turun ke sana dan membakarnya.

Tetapi menurut Jeremiah Ellison Anggota Dewan Kota Minneapolis, bahkan itu tidak sebanding dengan apa yang terjadi di Capitol. Pada hari-hari sebelum pembakaran di kantor polisi, polisi telah menembakkan peluru karet dan gas air mata ke arah pengunjuk rasa yang dianggap sebagai reaksi berlebihan.

“Polisi di Capitol tidak menunjukkan permusuhan yang sama terhadap para demonstran di sana,” katanya.

Pejabat Kepolisian Capitol memberikan tanggapan dengan mengatakan, para petugas kurang siap dan kewalahan oleh massa pro-Trump.

Joel Shults mantan kepala polisi Universitas Negeri Adams di Colorado berujar, bahwa respon petugas atas kerusuhan di Capitol Hill adalah perhitungan yang sulit dibuat oleh penegak hukum.

Ia menambahkan, kurangnya informasi dan lokasi kerusuhan telah memengaruhi tanggapan polisi dan ia menyanggah bahwa ketidaksiapan itu dikarenakan para demonstran kulit putih.

“Ada banyak kekerasan warga-polisi di tangga Capitol,” katanya, “Saya pikir itu sangat penting agar itu tidak terjadi.”(tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs