Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sebanyak 85 persen dari zona musim di wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan menjelang akhir Desember 2020.
Sementara itu, fenomena La Nina yang terjadi sejak awal Oktober 2020 diprakirakan berlangsung hingga Mei 2021. Kedua kondisi tersebut mempengaruhi curah hujan di wilayah Indonesia.
Menurut Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG yang dilansir Antara, Kamis (31/12/2020), La Nina menyebabkan peningkatan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia pada bulan Juni-Juli-Agustus.
Pada bulan September-Oktober-November, La Nina menyebabkan peningkatan curah hujan di wilayah tengah hingga timur Indonesia.
Sedangkan pada Desember-Januari-Februari serta Maret-April-Mei, La Nina mempengaruhi peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia bagian timur.
Menurut BMKG, saat terjadi La Nina curah hujan umumnya meningkat 20 persen hingga 40 persen dibandingkan dalam keadaan normal.
Namun, ada juga daerah-daerah yang peningkatan curah hujannya melampaui 40 persen akibat La Nina.
Saat La Nina kuat terjadi pada tahun 2010, bagian wilayah Indonesia seperti Sumatera bagian selatan, Jawa, bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan sebagian Kalimantan menghadapi curah hujan ekstrem tinggi, terutama pada periode Maret-April-Mei hingga September-Oktober-November.
Dwikorita Karnawati Kepala BMKG menjelaskan bahwa berdasarkan hasil analisis dinamika atmosfer dan prakiraan curah hujan bulanan, hingga Maret 2021 musim hujan diprakirakan masih bersifat “normal” sampai “atas normal” dan cenderung lebih basah dibandingkan dengan musim hujan tahun lalu.
Menurut dia, beberapa daerah berpotensi menghadapi curah hujan dengan kategori tinggi, 300 sampai 500 mm per bulan, selama periode enam bulan ke depan.
Herizal Deputi Bidang Klimatologi BMKG memerinci, curah hujan tinggi pada Januari hingga April 2021 berpeluang terjadi di bagian barat Sumatera, sebagian besar Jawa, sebagian Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), bagian tengah-utara Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Pada Mei hingga Juni 2021, curah hujan tinggi berpotensi mengguyur bagian utara Kalimantan, sebagian Sulawesi, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku, Papua Barat bagian utara, dan Papua bagian tengah.
Menurut prakiraan BMKG, secara umum curah hujan pada bulan Januari, Februari, dan Maret 2021 berkisar 200 sampai 500 mm per bulan atau cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pada tahun 2020.
Namun demikian, sebagian Sulawesi Tenggara, Papua Barat, dan Papua diprakirakan bisa mendapatkan curah hujan bulanan lebih dari 500 mm per bulan.
BMKG memprakirakan pada tahun 2021 beberapa daerah menghadapi peningkatan curah hujan 40 persen hingga 80 persen dibandingkan pada tahun 2020.
Peningkatan curah hujan 40 persen sampai 80 persen berpotensi terjadi di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Banten bagian selatan, sebagian Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan Timur dan Utara, wilayah Sulawesi kecuali Sulawesi Selatan, Maluku dan Maluku Utara, serta Papua Barat dan sebagian Papua.
Peningkatan curah hujan meningkatkan peluang kejadian banjir pada Januari sampai Maret 2021, khususnya di Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Papua.
Waspada Bencana
Fachri Radjab Kepala Pusat Informasi Meteorologi Publik BMKG mengatakan bahwa bencana hidrometeorologi sering terjadi pada musim hujan dan kemarau serta pada masa peralihan musim.
Bencana banjir dan tanah longsor berpotensi terjadi selama musim penghujan. Hujan lebat singkat disertai angin kencang yang menandai masa peralihan musim juga bisa menyebabkan bencana.
“Sedangkan di musim kemarau, potensi bencana yang dihadapi berupa kebakaran hutan dan lahan dan gelombang tinggi,” kata Fachri.
Menurut prakiraan BMKG, peluang munculnya titik panas indikasi kebakaran hutan dan lahan secara umum rendah pada bulan Januari hingga Maret 2021.
Namun demikian, daerah seperti Riau yang sering menghadapi kebakaran hutan dan lahan pada bulan Februari dan Maret mesti tetap waspada.
Kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadi kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera mesti ditingkatkan Mei dan Juni 2021, saat curah hujan diprakirakan lebih rendah dari normal.
Manfaatkan Peluang
Dwikorita Karnawati Kepala BMKG mengatakan bahwa selain membawa potensi bencana, La Nina juga mendatangkan peluang baik.
Peningkatan curah hujan akibat La Nina, ia menjelaskan, bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan cadangan air untuk keperluan pertanian dan budi daya perikanan.
Dekan Sekolah Vokasi UGM Agus Maryono yang juga merupakan pakar ekohidrolik dan pelopor restorasi sungai sependapat dengan Kepala BMKG.
Saat curah hujan meningkat, ia mengatakan, “Air tanah bisa maksimal terisi, begitu pula dengan danau, situ, serta telaga. Alur sungai juga bisa sempurna terbentuk.”
Daerah yang kering dan semi kering, ia melanjutkan, dapat memanfaatkan kelimpahan air pada masa curah hujan meningkat.
Rizaldi Boer dari Pusat Pengelolaan Risiko dan Peluang Iklim Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan bahwa di sektor pertanian, La Nina mendatangkan peluang percepatan tanam serta perluasan area tanam padi di lahan sawah irigasi, tadah hujan, maupun ladang.
La Nina juga menghadirkan peluang untuk meningkatkan produktivitas lahan pasang surut dan lahan pesisir karena membuat salinitas berkurang sehingga kegiatan budi daya perikanan darat bisa dimulai lebih awal.
Dengan demikian, selain siaga menghadapi potensi bencana akibat La Nina, para pemangku kepentingan dan masyarakat hendaknya juga siaga memanfaatkan potensi yang hadir bersama anomali tersebut.(ant/tin)