Sabtu, 23 November 2024
Warrior Indonesia Bangkit

Generasi Kedua Membawa Tenggilis Bakery Membahana

Laporan oleh Chusnul Mubasyirin
Bagikan
Anthony Utama Candra, sang owner bisnis Tenggilis Bakery Surabaya. Foto: Istimewa

Usaha yang dimulainya sendiri, terkoreksi oleh pandemi. Mulai dari warung kopi, barbershop, dan bakery. Jenis-jenis usaha yang dibangun sejak 2019 itu, diuji oleh masa. Saat pandemi virus corona merangsek negeri ini, jenis bisnis itu tergolong rentan dan terpaksa harus tumbang.

Anthony Utama Candra, sang owner bisnis yang waktu itu masih aktif kuliah di Universitas Ciputra Surabaya, akhirnya menutup semua bisnisnya dengan perih hati. Dia tak mau memaksakan diri bertahan, untuk bisnis di masa yang memang tak menguntungkan.

Kecuali usaha bakery, yang masih terkait erat dengan usaha mamanya sejak sebelumnya. “Bukan berarti tak terdampak, tapi produk bakery mampu bertahan di tengah terjangan pandemi Covid,” katanya. Toh sejak jauh sebelum mengibarkan bisnisnya sendiri, dia sudah banyak terlibat membantu usaha bakery mamanya di berbagai bidang; termasuk urusan rasa, manajemen, sampai perkasiran.

Dia bercerita, usaha bakery sang mama buka sejak 2005. Semua dikerjakan di rumah dan hanya melayani pesanan. “Awalnya hanya melayani tetangga sekitar untuk jajanan hajatan. Tapi pelanggan bertambah luas dan melayani pesanan jumlah besar seperti pengusaha catering pernikahan dan sebagainya,” cetusnya.

Pada 2017, dia lebih serius ikut mengelola usaha bakery itu. Ilmu kampus diterapkannya untuk mengembangkan usaha. Sejak dipegangnya, pertama kalinya buka outlet untuk memberi image baru dari semula usaha rumahan. Tenggilis Bakery dikibarkan menjadi brand. Administrasi ditata di dalam. Dari hanya memakai pembukuan sederhana, beralih ke aplikasi kasir plus mulai merekrut karyawan untuk melengkapi kebutuhan tenaga.

Dari outlet mini di depan minimarket, seperti Indomaret dan Alfamart, brand Tenggilis Bakery semakin dikenal dan pelanggannya bertambah banyak. Alasan itulah yang kemudian membuatnya membuka outlet permanen di Jl. Tenggilis Timur IV no. 8 Surabaya. Seiring waktu, laju bisnisnya semakin berkembang, koneksi pasarnya meluas, serta produk jualannya bertambah banyak variannya.

Tapi siapa sangka, terpaan virus corona membuat laju bisnisnya terkoreksi. Dampak pandemi memaksanya harus menerima keadaan. Omsetnya anjlok, bahkan sempat membuatnya patah arang. Sejumlah pesanan di awal tahun 2020, sebelum paparan virus corona, dibatalkan. Padahal nilainya rata-rata cukup besar, seperti pesanan dari catering untuk pernikahan, perusahaan atau komunitas untuk acara pesta, dan kampus-kampus untuk acara seminar dan sebagainya.

Jualan ritelnya turun 50 persen, sedangkan jualannya melalui pesanan anjlok 100 persen. “Omset saya benar-benar terpuruk. Pandemi telah menyudutkan saya dalam dua pilihan sulit: tetap buka atau menutup usaha, yang dihitung-hitung sama-sama rugi,” kenangnya.

Hasil sharing dengan kakaknya, membuat dirinya kembali tegakkan badan. “Tetap buka akhirnya menjadi pilihan saya, apa pun situasinya,” dia menegaskan. Dari situ pandangannya semakin diperluas, mencari cara untuk bertahan sekaligus mencari peluang untuk masa depan bisnisnya yang lebih menguntungkan.

Upaya merambah marketplace untuk mendisplay produknya, membuatnya kaget. “Produk bakery saya rupanya mendapat respon yang baik dari pembeli. Semakin hari bertambah dan semakin banyak. Itu yang diantaranya membuat saya makin percaya diri,” ungkapnya.

Pengalaman selancar di marketplace juga membuatnya menemukan ceruk baru; produk kue tart yang selama ini tidak menjadi fokusnya. “Ternyata antusias pembeli kue tart cukup banyak. Akhirnya saya menawarkan banyak model kue tart dengan variasi harga terjangkau dan tetap direspon baik oleh pembeli di marketplace,” terangnya.

Roti dan kue dengan harga terjangkau di Tenggilis Bakery. Foto: Istimewa

Seiring waktu usahanya makin menampakkan hasil yang bagus. Bukan lagi bertahan, tapi semakin menguntungkan secara bisnis. Tak tanggung-tanggung, di tengah pandemi, dia malah bisa menambah outletnya di dua tempat lagi; di Pandugo dan Rungkut Surabaya. Di Pandugo sebenarnya sudah digagasnya sejak sebelum pandemi, sementara di Rungkut benar-benar hadir di masa pandemi, yang diakuinya, banyak memberikan pengalaman bisnis sangat berarti.

“Dalam menghadapi situasi kondisi tidak menguntungkan, semacam pandemi, janganlah berhenti berpikir positif. Tetap luaskan pikiran untuk ide-ide dan inovasi, pasti akan jalan keluar,” dia menyarankan. “Maaf, kalau pemulung saja bisa punya rumah dan mobil, usaha bakery juga bisa lebih dari itu, harusnya.”

Caranya, kata dia, dengan mengubah fokus produk dan memanfaatkan jalur digital untuk promosi dan penjualan. Seperti kue tart yang dijual seharga Rp 60 ribu, dibuat sebagus dan seenak mungkin, menjadi produk pengembangan hasil bersiasat di masa pandemi. Bahkan kue tart akan dipecah menjadi fokus bisnis tersendiri.

Kue tart menjadi item produk yang menyokong bisnis Tenggilis Bakery meningkat keuntungannya, hanya dalam 3 bulan sampai Juli 2020. Didukung 10 karyawan di tiga outlet, Anthony sudah ancang-ancang buka outlet berikutnya. Sambil terus menambah varian produk tart maupun roti.

Kue tart, katanya, dibuat model lebih bagus, bertingkat, dengan tambahan topper di atas kue dari acrylic, dan seterusnya. Sementara produk roti akan diperbanyak variannya dari sekarang yang sudah ada 70 varian roti. Dia juga akan melengkapi jajanan kue basah, jajanan tradisional, snack kering, dan aneka cemilan, bekerjasama dengan pelaku UMKM di lingkungan sekitarnya.

Upaya dan inovasinya yang tak henti, membuat omset Tenggilis Bakery terus meroket, sesiring masa pandemi yang kian memberi kelonggaran para pebisnis seperti dirinya. Karena itu, Anthony terpilih menjadi salah satu Warrior Hunt: Indonesia Bangkit Suara Surabaya tahun ini. (cus/lim)

Bagikan
Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs