Jumat, 22 November 2024

Walhi Jatim: Publik Mendesak Negara Menghukum Korporasi Pelaku Kejahatan Ekosida

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi Lumpur Lapindo Sidoarjo di Porong, Sidoarjo. Foto: Dok. suarasurabaya.net

Walhi meriset persepsi publik atas kejahatan ekosida dan korporasi di Indonesia. Riset itu berdasarkan adanya upaya eksploitasi lingkungan hidup dan sumber daya alam yang berujung pemusnahan sumber kehidupan.

Walhi menganggap, upaya eksploitasi lingkungan hidup dan SDA ini sudah mengarah pada penghilangan sumber-sumber kehidupan hingga penghilangan hak hidup warga negara, baik generasi sekarang maupun yang akan datang.

Hisyam Ulum Manager Pembelaan Hukum Walhi Jatim bilang, UU Lingkungan Hidup belum bisa menegakkan keadilan ekologis. Penegakan hak asasi lingkungan sebagai bagian Hak Asasi Manusia juga belum jadi perhatian publik.

Walhi mendata, jumlah kerusakan dan pengrusakan lingkungan hidup terjadi setiap hari dan terus meningkat. Organisasi ini melihat, hal ini bukan lagi soal kejahatan lingkungan hidup biasa, tetapi kejahatan ekosida.

“Pada 2011 lalu, Paripurna Komnas HAM memutuskan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM berat atas kasus Lumpur Lapindo karena masuk kategori pemusnahan lingkungan hidup yang berdampak luas bagi manusia,” ujarnya.

Sayangnya, Komnas HAM tidak bisa memakai argumen itu karena Undang-Undang Pengadilan HAM 26/2000 hanya mengategorikan dua jenis pelanggaran HAM berat. Yakni kejahatan kemanusiaan dan genosida.

“Agustus 2012, Komnas HAM memutuskan bencana Lumpur Lapindo bukan pelanggaran HAM berat. Namun, Komnas HAM mengusulkan memasukkan klausul Ekosida dalam draft amandemen UU 26/2000,” kata Hisyam.

Walhi memandang, wacana Ekosida sebagai bagian dari pelanggaran HAM berat adalah bagian untuk memutus rantai impunitas atas korporasi pelaku kejahatan lingkungan hidup. Kejahatan itu, menurutnya tidak bisa dibiarkan.

“Tidak bisa lagi membiarkan kejahatan terus dilindungi oleh kebijakan negara, dan bahkan selalu mendapat legitimasi dari negara, atas nama kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi,” ujar Hisyam dalam keterangan tertulis.

Penghancuran lingkungan hidup menempatkan lingkungan hidup dan rakyat sebagai korban. Pada praktiknya, kebijakan ekonomi dan pembangunan sangat abai terhadap lingkungan hidup dan hak asasi manusia.

“Negara lebih memfasilitasi investasi dengan beragam undang-undang baru seperti UU Minerba dan UU Omnibus Law Cilaka yang muatannya tidak mengutamakan keselamatan dan kelestarian lingkungan hidup,” tegasnya.

UU Omnibus Law, kata dia, justru menjadi legitimasi untuk menghancurkan lingkungan hidup dan mengorbankan keselamatan rakyat. Karena itulah, Walhi meriset persepsi publik atas kejahatan ekosida dan korporasi di Indonesia.

Riset yang berlangsung Mei sampai Oktober 2020 itu menghasilkan sejumlah catatan. Sebanyak 94,3 persen responden sangat setuju dan setuju mendukung gugatan hukum atas korporasi perusak lingkungan hidup.

“Sebanyak 96,3 persen responden setuju adanya sanksi pidana terhadap korporasi pelaku kejahatan lingkungan hidup yang sudah berlangsung lama, sehingga tidak bisa dilihat kejahatan lingkungan hidup biasa,” ujarnya.

Dia jelaskan, hak atas lingkungan sebagai hak asasi manusia secara eksplisit diakui dalam konstitusi Indonesia. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat.

“Sebagai bagian dari upaya mendorong negara lebih serius menangani kejahatan korporasi serta menjadikan ekosida sebagai pelanggaran HAM berat ini, 24 Desember lalu, Walhi Jatim bersama warga korban Lapindo melakukan aksi,” ujarnya.

Aksi Walhi Jatim bersama sejumlah korban Lumpur Lapindo itu mereka lakukan di atas tanggul lumpur Lapindo. Dalam aksi itu mereka menyampaikan sejumlah tuntutan. Berikut tuntutan mereka.

1. Memasukkan klausul Ekosida sebagai bentuk Pelanggaran HAM Berat dalam Undang-undang Pengadilan HAM
2. Mendesak Negara untuk segera menyelesaikan kasus HAM berat masa lalu.
3. Melaksanakan pertanggungjawaban hukum untuk menghukum kejahatan lingkungan hidup dan kemanusiaan yang dilakukan oleh korporasi sesuai amanat undang-undang.
4. Mendesak Negara melakukan pemulihan hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat.
5. Mendesak Negara untuk segera mengesahkan Peraturan Perlindungan Pejuang Lingkungan.(den/ang)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs