Jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19 di Jawa Timur tembus 80 ribu lebih pada Sabtu (26/12/2020) setelah adanya tambahan lebih dari 800 kasus baru.
Data infocovid19.jatimprov.go.id menyebutkan, pada Sabtu sore itu terdapat 803 kasus baru terkonfirmasi Covid-19 di Jawa Timur. Total kasus konfirmasi menjadi 80.010 kasus.
Ada enam kabupaten/kota di Jatim berstatus risiko tinggi penularan Covid-19 atau zona merah. Antara lain Tuban, Bojonegoro, Tulungagung, Kabupaten Kediri, Kota Malang, dan Banyuwangi.
Dokter Windhu Purnomo Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair menyatakan, Jawa Timur sedang menuju gelombang kedua kasus Covid-19.
Dia prediksi, kalau tidak ada antisipasi yang tepat terhadap mobilitas masyarakat pada libur akhir tahun 2020, pada awal Januari 2021 nanti kasus aktif di Jatim akan meningkat signifikan.
“Saya prediksi untuk kasus aktif. Sekarang, kan, 6 ribuan. Tanggal 9-10 Januari kira-kira jadi 8 ribu sampai 9 ribu. Mudah-mudahan itu tidak tercapai kalau sekarang kita antisipasi,” ujarnya.
Windhu Purnomo menyampaikan ini setelah menjadi narasumber dalam rapat koordinasi Forkopimda Jatim soal antisipasi penyebaran Covid-19 di Libur Akhir Tahun 2020 di Grahadi.
Kasus aktif Covid-19 di Jatim saat ini 6.086 orang. Ada 2.424 pasien dirawat di RS Rujukan Covid-19, 146 di RS Darurat, 146 karantina di gedung, dan 2.392 karantina mandiri di rumah.
“Kalau liburan ini tidak diantisipasi dengan baik, ya, langsung naik itu. Sekarang masuk puncak kedua terlihat dari kasus harian. 800-an, kan, kadang turun sedikit 700,” kata Windhu.
Kalau sampai terjadi lonjakan kasus Covid-19 pada Januari mendatang, Windhu bilang, akan berdampak secara tidak langsung pada lonjakan angka kematian di Jawa Timur.
“Dampaknya, rumah sakit akan terbebani. Kematian meningkat. Jatim kematiannya 6,9 persen. Tertinggi di Indonesia. DKI aja sekarang 1 koma, Jawa Barat juga 1 koma,” ujarnya.
Jatim dan Jawa Tengah dalam hal case fatality rate (CFR) yang tertinggi di Indonesia. Jawa Tengah saat ini ada di angka lebih dari 4 persen. Sementara CFR nasional hanya 2 persen lebih.
“Jadi kalau tidak diantisipasi kenaikannya, kematian akan meningkat. Enggak bisa hanya imbauan. Pencegahan itu harus betul-betul di bawah kontrol pemerintah,” kata Windhu.
Satu-satunya cara yang bisa dilakukan pemerintah dalam hal pencegahan penyebaran Covid-19 adalah menindak tegas pelanggaran protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
“Orang-orang itu meskipun ada sanksi saja berani lepas masker. Apalagi cuma imbauan. Kan, sudah ada Perda-nya di Jatim. Kemudian ada Perwali dan Pergub. Harus ditegakkan,” ujarnya.
Sejauh ini, Windhu mengatakan, penegakan sanksi terhadap protokol kesehatan di Jatim masih lemah. Menurutnya, dengan ketegasan dari pemerintah, masyarakat akan jera.
“Kemudian kedua, masalahnya bukan persoalan kebijakan di daerah. Pusat itu, kebijakan untuk membatasi pergerakan orang itu juga tidak serius,” katanya.
Dia mencontohkan dalam hal penetapan libur akhir tahun ini. Seharusnya pemerintah tidak menetapkan 31 Desember 2020 sebagai hari libur. Cukup tanggal 1 Januari 2021 saja.
“Mestinya biasa saja. 1 Januari libur. Kemudian Sabtu dan Minggu seperti biasa. Tapi ditambah tanggal 31. Itu kan contoh bahwa kebijakan pembatasan pergerakan itu tidak serius,” ujarnya.
Ketegasan pusat dalam kebijakan membatasi pergerakan orang menurutnya sangat penting. Ketidaktegasan seperti itu justru akan membebani daerah.
“Iya, kan? Daerah yang didatangi orang. Orang rekreasi ke daerah. Bertandang ke daerah. Jadi maksud efek kebijakan pusat ini mempengaruhi kondisi Covid-19 di daerah,” ujarnya.(den/tin)