Sabtu, 23 November 2024

Pemprov Gencarkan Program Gempur Rokok Ilegal di Jatim

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
AKBP Muhammad Arsal Sahban Kapolres Lumajang (tengah) memeriksa ribuan barang bukti rokok ilegal tanpa pita cukai yang siap edar di Lumajang. Foto: Polres Lumajang.

Tiat S Suwardi Kepala Biro Perekonomian Pemprov Jatim menegaskan, keberadaan rokok ilegal di Jawa Timur akan membuat Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) yang diterima Pemprov Jatim tidak optimal.

“Kalau rokok ilegal masih banyak beredar penerimaan cukai pasti tidak optimal, sehingga berpengaruh pada penerimaan DBH CHT, yang mana setiap program dengan dana itu lebih banyak untuk masyarakat,” ujarnya.

Dia mengakui, keberadaan rokok ilegal akan berpengaruh terhadap penerimaan DBH CHT Jatim. Sebab, sesuai Undang-Undang DBH CHT yang didapat pemerintah provinsi hanya 2 persen dari penerimaan cukai negara di provinsi itu.

Karena itulah, sebagaimana keterangan tertulis yang diterima suarasurabaya.net, Tiat menjelaskan, Pemprov sedang menggencarkan Program Gempur Rokok Ilegal bersama pihak be cukai di Jawa Timur.

“Lewat program ini, kami di Biro Perekonomian Pemprov Jatim bekerja sama dengan Ditjen Bea dan Cukai Kanwil Jatim I di Surabaya dan Ditjen Bea dan Cukai Kanwil Jatim II di Malang berupaya menekan pelanggaran ini,” katanya.

Tidak hanya untuk menekan angka pelanggaran pita cukai rokok, program itu meurut Tiat, juga untuk mengamankan pendapatan negara sebagaimana termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 7/PMK.07/2020.

“Khususnya terkait dengan pemberatansan barang kena cukai ilegal, Pemprov Jatim bersama Pemerintah Kabupaten/Kota juga secara rutin melakukan sosialisasi pada masyarakat,” ujarnya

Menurutnya, sosialisasi pemberantasan rokok ilegal itu sebenarnya sudah berlangsung sejak lam. 2020 ini, sosialisasi digelar di tiga wilayah dengan peredaran rokok ilegal relatif tinggi: Kota Probolinggo, Sidoarjo, dan Kabupaten Malang.

“Di masing-masing wilayah, sosialisasi menyasar sebanyak 100 orang penjual atau pengecer rokok juga masyarakat perokok,” kata Tiat.

Tidak hanya menyebabkan berkurangnya pendapatan negara, Tiat menjelaskan, pengaruh keberadaan rokok ilegal terhadap industri terkait di Jawa Timur menurutnya juga cukup besar.

Data Biro Perekonomian Pemprov Jatim menyebutkan, pada 2020 ada sebanyak 254 industri dengan jumlah tenaga kerja Jatim sekitar 90.000 orang atau sekitar 56 persen dari pekerja Industri Hasil Tembakau (IHT) seluruh Indonesia.

Keberadaan rokok ilegal di Jawa Timur selalu dijual dengan harga sangat murah karena ada beberapa pelanggaran yang sudah dilakukan oleh produsen maupun penjualnya.

“Misalnya, pita cukainya asli tapi salah personalisasi, pita cukainya asli tapi salah peruntukan, atau rokok tanpa pita cukai, juga yang pita cukainya palsu atau bekas,” ujarnya.

Beberapa daerah yang peredaran rokok ilegalnya cukup tinggi antara lain Ngawi, Ponorogo, Blitar, Malang, Probolinggo, Banyuwangi, Bangkalan, Sampang, Sidoarjo, Pamekasan, Pasuruan, dan Sumenep.

Muhamad Purwantoro Kepala Kantor Wilayah DJBC Jawa Timur I di Surabaya mengatakan, keberadaan rokok ilegal mengkhawatirkan. Sebab, menurutnya, jumlahnya sangat banyak.

“Karena itulah kami bersama Pemprov Jatim membuat program Gempur Rokok Ilegal. Targetnya untuk meminimalisir jumlah rokok illegal itu di Jawa Timur,” ujarnya.

Kata “gempur” dipilih agar muncul semangat memerangi keberadaan rokok ilegal. Karena dalam praktiknya upaya meminimalisir peredaraan rokok ilegal tidak bisa dilakukan secara represif.

“Rokok ilegal ini perlu diberantas, karena tidak ada gunanya kalau setiap tahun pemerintah menaikkan cukai rokok, tapi rokok ilegal jumlahnya tetap banyak,” ujarnya.(den)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs