Pandemi Covid-19 telah mempercepat transformasi digital, baik di sisi permintaan mau pun pelanggan. Selain itu teknologi digital akan tetap dilakukan dan berpeluang besar untuk tetap digunakan pascapandemi Covid-19.
Hal ini merangkum sesi diskusi “Macro View: Ekonomi Digital Pascapandemi” Indonesia Digital Conference (IDC) 2020, yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Selasa (15/12/2020).
Diskusi yang dipandu Maria Y. Benyamin Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia ini menghadirkan narasumber Mohammad Rudy Salahuddin Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Erwin Haryono Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia dan Kaspar Situmorang Executive Vice President Digital Center of Excellence Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Dalam paparannya, Kaspar mengatakan transformasi digital telah dijalankan BRI sejak 2017, dan menjadi salah satu faktor yang menyelamatkan BRI di masa pandemi. Ia mengatakan digitalisasi yang membuat BRI bertahan di era pandemi.
“Digitalisasi mulai dari kantor pusat hingga cabang di seluruh Indonesia sehingga BRI tidak melakukan PHK, hanya relokasi pekerja contohnya menjadi agen pendamping BRIlink, sehingga bisa menggunakan cash in cash out dan pembayaran lainnya,” kata Kaspar dalam rilis yang diterima suarasurabaya.net.
Erwin mengatakan pandemi Covid-19 mempercepat transformasi digital, baik di sisi demand (permintaan) maupun customer (pelanggan). Kemunculan fintech menurutnya sesuatu yang positif dan mendapat respon di perbankan. Tapi pandemi telah mempercepat transformasi di sektor keuangan. “Transformasi di sektor keuangan bukan sesuatu yang mudah. Membuat sebuah bank baru lebih mudah dibandingkan membuat platform,” katanya.
Tahun 2020, meski masyarakat mengalami kesulitan, digital banking tetap bertahan. Hal ini menjadi pelajaran penting bahwa masyarakat sudah berubah.
Melihat perkembangan teknologi dan dorongan pascapandemi ini merupakan momentum untuk akselerasi ekonomi digital. Kondisi tersebut tercermin dari perilaku masyarakat yang sebelumnya konvensional kini beralih ke teknologi digital, seperti belanja online.
“Belanja pun yang tadinya hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersier sekarang ditujukan untuk membeli kebutuhan primer seperti makanan dan lain sebagainya,” kata Rudi.
Rudi menambahkan dampak teknologi terhadap aktivitas perdagangan tercermin dari transaksi e commerce, dan kenaikan produk 5 hingga 10 kali. Ini suatu prestasi yang baik yang ikut mendorong kontribusi pertumbuhan ekonomi.
Menurut Rudi, yang perlu didorong dan disiasati bersama dengan membuat aplikasi atau ekosistem ekonomi digital yang lebih baik dan nyaman, sehingga masyarakat lebih senang bertransaksi dengan digital.
Ia menambahkan setiap kementerian dan lembaga memiliki kebijakan terkait ekonomi digital, sehingga perlu dibangun kolaborasi dan dibangun strategi nasional ekonomi digital. “Saat ini sedang disusun, dan mulai tahun depan bersama-sama dengan seluruh stakeholder dan mengajak AMSI untuk mengikuti pembahasan,” ujar Rudi.(dfn/ipg)