Pemerintah Indonesia secara bertahap, mulai tahun 2020 hingga 2024, berupaya mengendalikan serta menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan balita akibat pneumonia. Upaya pengendalian ini dilakukan dengan cara mengintroduksi vaksin pneumokokus konyugasi (PCV) kepada masyarakat.
Vaksin PCV sebelumnya telah berhasil diintroduksi sejak 2015 hingga 2019 di Provinsi Nusa Tenggara Barat juga Provinsi Bangka Belitung. Selanjutnya, berdasarkan keberhasilan program tersebut, mulai tahun 2020, pemberian imunisasi PCV diperluas untuk wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur, lalu bertahap akan diperluas hingga tercakup secara nasional pada tahun 2024.
Pneumonia merupakan penyebab utama kematian bayi di dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan, bahwa pneumonia menjadi penyebab satu juta kematian atau 16 persen dari total kematian bayi di seluruh dunia setiap tahunnya. Pneumonia menjadi penyebab tertinggi kematian bayi muda atau neonatus dengan rentang usia 0-28 hari.
Di Indonesia, pneumonia juga sangat endemis. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi pneumonia di Indonesia mencapai 4,5 persen. Sedangkan menurut survei yang dilakukan Balitbangkes tahun 2014 menunjukkan 23 orang balita meninggal setiap jamnya, dimana 4 diantaranya karena pneumonia.
Jawa Barat dan Jawa Timur diketahui memiliki jumlah penduduk terbanyak di Pulau Jawa, sehingga jumlah anak-anaknya juga dipastikan menjadi yang terbanyak. Imunisasi PCV diberikan kepada anak usia 0-1 tahun (2 bulan, 3 bulan, 1 tahun).
“Jadi bagi masyarakat saya himbau untuk bersiap, pencegahan itu jauh lebih murah dibandingkan dengan pengobatan. Dan imunisasi adalah upaya sangat strategis menguatkan balita kita agar tidak terserang penyakit,” kata Herlin Ferliana Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur, Jumat (4/12/20).
Meskipun dalam situasi pandemi, Kadinkes Jatim tetap meminta masyarakat untuk mencegah agar anak-anak balita di Jawa Timur tidak terkena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
“Kami meminta masyarakat untuk tetap berupaya keras melakukan semuanya. Harus mencegah anak-anak agar tidak tertular. Kita selain mengatasi pandemi Covid-19, juga tetap menyelesaikan masalah yang lain, termasuk imunisasi untuk pneumonia, difteri, polio, dan yang lain,” ujar Herlin.
Armunanto Child Survival and Development (CSD) Unicef Indonesia menjelaskan, alasan mengapa Jawa Timur dan Jawa Barat menjadi wilayah yang jumlah penduduknya paling banyak. Dengan banyaknya jumlah penduduk, maka jumlah anak-anak juga paling banyak.
“Saat dilakukan uji coba imunisasi PCV ini di Nusa Tenggara Barat dan Bangka Belitung, hasilnya ternyata cukup efektif menekan angka kasus pneumonia. Untuk itulah dipilih Jawa Barat dan Jawa Timur sebagai wilayah dengan jumlah populasi anak terbanyak,” kata Armunanto, di sela Advokasi dan Sosialisasi Pelaksanaan Program Demonstrasi Imunisasi Pneumokokus di Provinsi Jawa Timur, Jumat (4/12/20) di Sidoarjo.
Seharusnya pelaksanaan program imunisasi PCV di wilayah Jawa Timur dan Jawa Barat, dimulai pada tahun 2020, tapi lantaran ketersediaan vaksinya belum ada maka imunisasi ini baru bisa dilaksanakan pada tahun 2021.
Berkaca pada program imunisasi difteri di Jawa Timur pada tahun 2019 lalu, jumlah sasaran anak yang diimunisasi mencapai 11 juta jiwa. Namun jika mengikuti batasan usia bayi usia muda (2 bulan sampai 1 tahun), maka diperkirakan hanya tersisa sekitar 30 persen atau sekitar 3 juta bayi.
“Sampai saat ini masih belum diketahui pasti berapa jumlah sasarannya imunisasi PCV di Jawa Timur ini. Karena ini baru dikenalkan kepada masyarakat dan baru akan didata oleh Dinkes Provinsi,” tukas Armunanto.
Yang menggembirakan menurut Armunanto adalah, imunisasi PCV yang sebelumnya berbayar kini digratiskan. Pemerintah Indonesia dikatakan mampu menghemat hingga 300 persen lebih murah untuk pembelian vaksin PCV ini.
Pada September 2020 lalu, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan dan Kepala Perwakilan UNICEF di Indonesia menandatangani perjanjian kerjasama yang memungkinkan untuk melakukan pengadaan vaksin dengan harga terjangkau.
MoU yang ditandatangani pada September tahun 2020 tersebut, memperbaharui MoU pemerintah Indonesia dengan UNICEF di tahun 2004. MoU tersebut mengatur proses pengadaan barang dan jasa melalui UNICEF, mulai dari proses pengajuan, pembayaran, sampai pengiriman, sehingga diharapkan dapat memperlancar pemberian produk kesehatan esensial untuk masyarakat Indonesia.
Pengadaan dan pembelian vaksin dilakukan melalui Supply Division UNICEF di Copenhagen, Denmark. Dengan melalui divisi ini, pemerintah Indonesia dimungkinkan untuk melakukan pemesanan vaksin dengan jumlah yang besar dengan harga yang lebih rendah, sehingga akan terjadi penghematan yang signifikan.
“Kemitraan ini akan memungkinkan Indonesia membeli vaksin baru seperti pneumococcal conjugate vaksin (PCV) dengan harga sepertiga dari harga pasar saat ini. Jika diukur secara nasional, hal ini dapat mencegah hampir 10.000 kematian anak setiap tahun,” kata Debora Comini, Perwakilan UNICEF Indonesia, usai melakukan penandatanganan kerjasama, Rabu (16/9/2020) di Jakarta.(tok/tin)