Jumat, 22 November 2024

FSPMI Jatim Kecewa dengan Penetapan UMK 2021: Gubernur Seperti Main Dadu

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Buruh perempuan membawa papan-papan bertuliskan tuntutan mereka saat berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Jatim, Jalan Pahlawan Surabaya, Kamis (19/11/2020). Foto: Abidin suarsurabaya.net

Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jatim menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan Gubernur Jawa Timur dalam menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2021.

Nuruddin Hidayat Wakil Ketua DPW FSPMI Jawa Timur meluapkan kekecewaannya dengan mengatakan bahwa Gubernur Jawa Timur telah gagal mensejahterakan rakyat dengan membuat Keputusan Gubernur tentang UMK 2021.

“Keputusan Gubernur itu terkesan asal-asalan layaknya ‘main dadu.’ Harusnya gubernur menetapkan kenaikan UMK 2021 berdasarkan data dan angka rill kebutuhan hidup di lapangan, sehingga tidak terkesan hanya formalitas semata,” ujarnya, Senin (23/11/2020).

Sebagaimana diketahui, Khofifah Gubernur Jatim telah menetapkan besaran UMK 2021 lewat Surat Keputusan Gubernur 188/538/KPTS/013/2020 tertanggal 21 November 2020. Kenaikan UMK bervariasi, ada pula yang tetap.

Sebanyak 11 kabupaten/kota di Jatim tidak mengalami kenaikan UMK pada 2021. Sisanya, UMK 2021 di 27 kabupaten/kota naik dengan besaran terendah Rp25 ribu dan tertinggi sebesar Rp100 ribu.

Nurudin bilang, ada tiga pertimbangan yang menjadi dasar Gubernur dalam menetapkan UMK 2021, yakni pendemi Covid-19, peningkatan kesejahteraan, dan rekomendasi bupati/wali kota di Jawa Timur.

Namun faktanya, menurut Nurudin, Gubernur menetapkan UMK 2021 tanpa parameter yang jelas. Dia menanyakan, apakah kenaikan tertinggi Rp100 ribu bisa meningkatkan kesejahteraan buruh dalam situasi pandemi?

“Lebih-lebih untuk daerah yang naiknya dibawah Rp100 ribu dan bahkan yang tidak ada kenaikan. Apakah daerah yang UMK-nya naik Rp100 ribu bisa diartikan, daerah ii tidak terdampak pandemi? Lalu daerah yang tidak naik daerah yang paling terdampak?” Katanya.

Pada prinsipnya buruh yang tergabung dalam FSPMI Jatim memahami, pandemi Covid-19 berdampak pada semua. Baik pengusaha maupun pekerja yang ada di Jawa Timur, bahkan di seluruh Indonesia.

“Kalau pengusaha mungkin dampaknya hanya pada menurunnya omset/keuntungan, tetapi dampak pandemi Covid-19 bagi buruh akan menyebabkan turunnya daya beli dan membengkaknya pengeluaran,” ujar Nurudin.

FSPMI Jatim juga memandang, keputusan Gubernur Jatim tidak sesuai dengan rekomendasi bupati/wali kota tentang besaran UMK 2021 yang telah mereka usulkan. Sejumlah daerah dia contohkan.

“Misalnya rekomendasi dari Bupati Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Malang, dan Wali Kota Surabaya yang lebih besar dari besaran UMK 2021 yang telah ditetapkan oleh Gubernur melalui SK-nya,” kata Nurudin.

Keputusan Gubernur soal UMK 2021, menurutnya, juga tidak mencerminkan political will untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja. Terutama di daerah yang besaran UMK-nya tidak naik seperti di Sampang.

Sampang menjadi daerah dengan besaran UMK 2021 terendah di Jawa Timur. Yakni hanya Rp1.913.321,73. “Apakah daerah-daearah ini dapat dikatakan pendapatannya sudah layak untuk kesejahteraan pekerja/buruh?

Merespons penetapan UMK 2021 ini, FSPMI Jatim kembali merencanakan aksi demonstrasi untuk menunjukkan kekecewaan mereka atas keputusan Gubernur menetapkan UMK 2021 di Jawa Timur.

“Kami juga akan mempertimbangkan untuk melakukan gugatan hukum terhadap SK Gubernur Jatim tentang UMK Tahun 2021 di Jawa Timur,” kata Nurudin mewakili FSPMI yang merasa bahwa Gubernur tidak mengakomodir aspirasi buruh dalam aksi unjuk rasa Kamis 19 November 2020 lalu.(den/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs