Ali Ghufron Staf Ahli Bidang Infrastruktur Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek) mengatakan, pandemi Covid-19 membuat sejumlah elemen secara tidak sadar bersatu. Baik akademisi, pemerintah, dan industri.
Buktinya, kata dia, di masa pandemi ini setidaknya telah ada 60 hasil riset atau inovasi baru yang muncul. Dari vaksin, obat, sampai teknologi kesehatan dengan semangat menangani penyebaran Covid-19.
Beberapa di antaranya, di Surabaya, muncul inovasi berupa robot pelayanan kesehatan yang dikembangkan Unair, ITS, maupun Unesa yang memungkinkan tenaga medis tidak berinteraksi langsung dengan pasien Covid-19.
Karena itu, Ali mengatakan, Kemristek terus mendorong kolaborasi triple helix seperti itu. Antara pemerintah, perguruan tinggi, dan industri untuk kemandirian riset dan teknologi. Terutama di bidang kesehatan dan farmasi.
Dia bilang, untuk menghadapi pandemi Covid-19 ini yang dibutuhkan adalah kecepatan, efektivitas, keamanan, dan kemandirian. “Jadi ada sejumlah isu. Kecepatan, efektivitas, keamanan, dan kemandirian,” ujarnya.
Salah satu bentuk kolaborasi triple helix yang menurutnya terus didorong Kemristek seperti kolaborasi yang dilakukan oleh Unair dengan PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia dalam pengembangan vaksin Covid-19 Merah Putih.
“Sehingga, ke depan nanti, kita bukannya mengimpor, tapi justru bisa ekspor ke negara lain,” kata Ali setelah menyaksikan penandatanganan kerja sama Unair-PT Biotis mewakili Menristek, Senin (9/11/2020).
Dia menjelaskan, saat ini Kemristek sedang menyusun regulasi khusus untuk mendorong riset-riset yang akan dikerjakan secara kolaboratif dengan sejumlah universitas yang ada di Indonesia.
“Kemenristek akan mengalokasikan Rp250 miliar untuk mengakomodir (kolaborasi triple helix) antara perguruan tinggi dan industri,” katanya.
Sebagaimana diketahui, Unair saat ini sedang mengembangkan dua vaksin Covid-19. Yakni vaksin Merah Putih seperti yang juga sedang dikerjakan Lembaga Eijkman, juga vaksin oral Covid-19. Keduanya sudah masuk tahap ketiga.
“Jadi, tugas kami di level penelitian dan penyediaan. Proses selanjutnya nanti terserah pemerintah dan industri apakah akan diproduksi massal atau tidak,” kata Nasih.(den/iss/ipg)