Jumat, 22 November 2024

Perkawinan Anak di Jatim Meningkat Hampir 1.000 Kasus pada 2020

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi

Andriyanto Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jatim mencatat adanya peningkatan perkawinan anak di bawah umur.

Berdasarkan data Pengadilan Agama, tercatat ada 5.127 perkawinan anak di berbagai lokasi di Jatim sepanjang 2019. Adapun pada 2020 jumlahnya meningkat menjadi 6.084 kasus.

“Ini adalah pernikahan anak yang laki-laki di bawah usia 19 tahun, kemudian wanitanya di bawah usia 16 tahun,” ujar Andriyanto di Surabaya, Rabu (4/11/2020).

Andriyanto mengakui perkawinan anak di bawah umur yang terjadi Jatim layaknya fenomena gunung es. Artinya, ribuan kasus pernikahan anak yang tercatat bisa jadi bagian kecil saja.

Tidak tertutup kemungkinan lebih banyak kasus pernikahan anak di bawah umur yang belum tercatat. “Bisa jadi yang tidak tercatat lebih dari data itu, karena dinikahkan secara siri oleh tokoh agama setempat misalnya,” ujar Andriyanto.

Sebelumnya, Hikmah Bafaqih Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur menyebutkan, kasus perkawinan anak di bawah umur di Jatim mengalami peningkatan tajam.

Hal itu, kata dia, terlihat dari izin dispensasi usia menikah di pengadilan agama di Jatim.

“Saat ini sedang kami kaji karena saat ini kan masa pandemi Covid-19. Harusnya anak-anak dalam kondisi penuh pengawasan orang tua karena sekolah di rumah, kenapa kok justru meningkat?” Kata Hikmah.

Hikmah membeberkan pengalamannya sebagai pendamping anak, di mana kasus pernikahan anak di bawah umur kebanyakan diikuti kekerasan seksual.

Artinya, kata dia, bukan perkawinan alami melainkan perkawinan didasari kejadian tertentu (married by accident).

Hikmah bilang, Madura adalah daerah tertinggi kekerasan seksual. Bahkan menurutnya pelakunya tidak sedikit dari tokoh masyarakat.

“Ini harus ada intervensi dari provinsi. Kalau sebuah kabupaten/kota tidak ada layanan, menurut Komisi E, Pemprov wajib hadir. Ada pembiaran pernikahan dini dan kekerasan seksual di Madura,” ujarnya.

Mathur Husyairi Anggota Komisi E lainnya bilang, di Madura kasus kekerasan seksual seperti pemerkosaan memang mengalami peningkatan.

Dia berharap adanya intervensi pemerintah untuk menyelamatkan anak-anak korban kekerasan seksual itu. Intervensi yang dimaksud adalah dibangunnya tempat rehabilitasi.

“Untuk Bangkalan memang sudah dianggarkan, tapi lahannya belum disiapkan. Kami berharap Pemprov Jatim hadir. Minimal di Madura ada satu tempat untuk menampung para korban ini yang nantinya bisa digunakan untuk rehabilitasi menghilangkan trauma,” kata dia.(den/tin)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs