Sabtu, 23 November 2024

Dewan Pers: Media Profesional Perlu Dukungan Politik Pemerintah

Laporan oleh Iping Supingah
Bagikan
Agus Sudibyo Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, dalam webinar yang menjadi rangkaian pembukaan Konferensi Wilayah II Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jawa Timur, di Kota Batu, Jawa Timur, Sabtu (24/10/2020). Foto: AMSI

Agus Sudibyo, Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, mengatakan, media massa profesional tak bisa digantikan media sosial. Saat ini tren di dunia, pemerintah hadir untuk menyelamatkan media massa profesional dari disrupsi. Namun diperlukan keberpihakan politik pemerintah untuk melindungi media massa-media massa profesional

“Di Eropa, media yang cukup berhasil sustain untuk survive adalah media yang konsisten dengan locality dan proximity. Media yang semakin melokal, semakin dekat dengan pembacanya,” kata Agus, dalam webinar yang menjadi rangkaian pembukaan Konferensi Wilayah II Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jawa Timur, di Kota Batu, Jawa Timur, Sabtu (24/10/2020).

Media-media tersebut hidup dari iklan, berlangganan, dan mendapat donasi dari masyarakat, pemerintah lokal, maupun pengiklan. Mereka mengangkat isu-isu liputan yang sangat lokal dan memiliki hubungan dekat dengan pembaca.

Tren perkembangan media-media yang hidup dari donasi tersebut cukup positif. “Yang menarik, yang mendonasikan bukan hanya publik tapi perusahaan-perusahaan. Perusahaan-perusahaan akhirnya punya kesadaran, bahwa media-media ini tetap dibutuhkan dan tidak boleh mati, karena perannya dalam menyajikan informasi yang bermartabat ternyata tidak bisa digantikan media sosial,” kata Agus melalui keterangan tertulis.

Namun media-media lokal tersebut tetap harus hidup dalam ekosistem media digital global. “Ekosistem ini secara monopolistik dan oligopolistik sudah dikuasai platform-platform global: platform search engine, platform social media, maupun e-commerce global. Media-media lokal tadi tak sepenuhnya bisa berdiri sendiri, tapi harus in line dengan ekosistem global,” kata Agus.

Fenomena ini sama dengan di Indonesia. “Konon 80 persen iklan belanja iklan digital tidak dikuasai media lokal tapi platform global. Sehingga menarik, Facebook dan Google, pengaruhnya bukan lagi sebagai perusahaan karena sebagai perusahaan sudah tidak lazim. Artinya kemampuan ekonomi dia sudah melampaui apa yang disebut sebagai perusahaan dalam pikiran secara umum,” kata pria asli Malang, kelahiran 8 Juni 1974 ini.

“Google, Facebook., Amazon ini seperti negara. Kekuatan ekonomi politik melakukan surveillance sudah tidak lazim untuk ukuran sebuah perusahaan. Dia sebuah negara sendiri. Bahkan kekuatan ekonomi politik Google dan Facebook mungkin lebih besar daripada kekuatan ekonomi negara-negara menengah ke bawah,” kata Agus.

Agus menyarankan perlunya dukungan politik terhadap media-media lokal atau nasional. “Harus ada aturan main yang berpihak kepada media-media lokal atau nasional, harus ada kebijakan pemerintah pusat maupun daerah untuk memprioritaskan kerjasama dengan media-media nasional dan lokal yang profesional, yang terdaftar secara resmi di Dewan Pers, menaati kode etik, dan bisa menjalin hubungan sinergis tapi profesional dengan pemerintah pusat dan daerah,” katanya.

Agus berharap pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik nasional menahan diri untuk beralih ke platform media sosial. “Itu juga yang jadi concern Kelompok Kerja Keberlanjutan Media yang dibentuk Dewan Pers. Tujuannya membangun ekosistem media nasional yang berpihak media-media nasional atau lokal yang profesional,” katanya.(ipg/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs