Sabtu, 23 November 2024

Ada Pihak yang Memanfaatkan Rencana Pembebasan Baasyir untuk Kepentingan Politik

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Arsul Sani Anggota Komisi III DPR RI memberikan keterangan terkait rencana pemnebasan bersyarat Abu Bakar Baasyir, Kamis (24/1/2019), di Jakarta. Foto: Istimewa

Arsul Sani Anggota Komisi III DPR RI menilai, ada pihak-pihak yang menjadikan rencana pembebasan Abu Bakar Baasyir sebagai gorengan politik.

Kemarin, Rabu (23/1/2019), Habiburrokhman Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi bidang Hukum mengatakan, tarik ulur pembebasan Abu Bakar Baasyir cermin kualitas kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) Presiden khususnya di bidang hukum yang rendah.

Indikatornya, pembatalan pembebasan Ba’asyir diumumkan Wiranto Menko Polhukam tepat dua hari setelah Yusril Ihza Mahendra kuasa hukum Jokowi menyampaikan rencana pembebasan pendiri Pondok Pesantren Al Mu’min tersebut.‎

“Soal Ustaz Abu Bakar Baasyir jangan dijadikan gorengan politik. Ini kan persoalan hukum, kalau persoalan hukum, itu ada dua sisi yang sama-sama penting untuk dipertimbangkan. Yang pertama adalah sisi kemanusiaan, karena sisi kemanuasiaan ini bagian daripada sisi yang lebih besar yang disebut dengan sisi keadilan. Karena memang esensi dari hukum itu ya keadilan juga,” ujar Arsul melalui pesan singkat, Kamis (24/1/2019).

Dalam konteks itu, lanjut Arsul, Jokowi Presiden sudah melakukan kebijakan yang benar yaitu mempertimbangkan pembebasan Abu Bakar Baasyir dari penjara, atas dasar kemanusiaan.

Tetapi, di lain pihak ada juga sisi kepastian hukum, sisi aturan yang tidak bisa dilangkahi begitu saja. Artinya, pembebasan bersyarat, tentu harus ada syarat yang dipenuhi, syarat-syarat itu diatur dalam UU Pemasyarakatan dan kemudian turunannya Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018.

Syarat-syarat itu sepenuhnya kembali kepada Ustaz Abu Bakar Baasyir. Begitu syarat dipenuhi, tentu pembebasan langsung bisa dilaksanakan.

“Jadi, kita semua punya tanggung jawab untuk tidak menggunakan rencana pembebasan ini sebagai gorengan politik. Seolah Jokowi Presiden tidak konsisten, mencla-mencle. Ini harus kami sampaikan kepada masyarakat supaya bisa disikapi dengan proporsional,” tegas politisi PPP tersebut.

Sekadar diketahui, Jokowi Presiden sejak tahun 2018 lalu membuka pintu pembebasan bersyarat untuk Baasyir terpidana kasus terorisme yang sudah lanjut usia dan punya masalah kesehatan, atas dasar kemanusiaan.

Tapi, Abu Bakar Baasyir harus memenuhi persyaratan sebelum bebas dari penjara. Antara lain, menyatakan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila dan UUD NRI 1945.

Pembebasan Bersyarat diatur Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan lebih lanjut didetailkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.

Khusus untuk narapidana perkara terorisme, ada syarat formil yang harus dipenuhi, yaitu bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya.

Kemudian, sudah menjalani paling sedikit dua per tiga masa pidana, dengan ketentuan dua per tiga masa pidana tersebut paling sedikit 9 bulan.

Selain itu, narapidana sudah menjalani asimilasi paling sedikit setengah dari sisa masa pidana yang wajib dijalani. Lalu, menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan pemohon dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar kesetiaan pada NKRI secara tertulis.

Abu Bakar Baasyir divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011.

Pimpinan Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk membiayai tindak pidana terorisme.

Sampai sekarang, Baasyir yang berusia 81 tahun, terhitung sudah menjalani hukuman kurang lebih sembilan tahun di penjara. (rid/tin/dwi)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
31o
Kurs