Jumat, 22 November 2024

Bantu Petani Jamur Tiram, Dosen ITS Ciptakan Alat Otomasi Kelembaban Suhu

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Tim Dosen dan mahasiswa ITS bersam petani Jamur Tiram. Foto: Humas ITS

Budidaya Jamur Tiram membutuhkan penjagaan kondisi ekosistem tertentu yang cukup sulit dijaga keoptimalannya, Dr Lila Yuwana SSi MSi., dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama tim ciptakan desain sistem untuk otomasi kelembaban dan suhu budidaya Jamur Tiram.

Berlokasi di Desa Selorejo, Jombang, kegiatan KKN ini berlangsung hingga 10 Desember 2020. Desa Selorejo memiliki kegiatan produksi mebel yang cukup massif, sehingga banyak menghasilkan limbah kayu Jati dari kegiatan produksinya.

Kondisi ini kemudian dimanfaatkan Tim KKN ITS untuk mengusahakan budidaya jamur tiram di Desa Selorejo pada tahun 2019 lalu.

Melihat kesuksesan dari kegiatan KKN tersebut, Lila sapaan Dr Lila Yuwana SSi., MSi., berpikir untuk bisa lebih meningkatkan kegiatan budidaya jamur tiram yang sudah ada tersebut. Yakni dengan membangun sistem yang membantu mempermudah masyarakat setempat dalam mengelola Jamur Tiram.

Jamur Tiram akan tumbuh optimal jika berada di lingkungan dengan suhu kamar atau sekitar 27 sampai 28 derajat Celcius. Untuk tetap menjaga ekosistem tetap berada pada kisaran suhu tersebut diperlukan monitor secara berkala yang cukup merepotkan petani jamur tiram.

“Agar hasil panen optimal dan bernilai jual tinggi, diperlukan inovasi berupa sistem otomasi kelembaban dan suhu dalam proses budidaya Jamur Tiram,” terang Kepala Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam ITS ini.

Pada sistem yang dibangun oleh Lila beserta tim terdapat tiga macam jenis penyiraman yang bisa dilakukan untuk menjaga suhu ekosistem jamur tiram.

Cara pertama adalah penyiraman yang terintegrasi dengan sensor kelembaban dan suhu. Ketika keadaan ekosistem tidak dalam kondisi yang ideal bagi jamur tiram, penyiram otomatis menyiramkan air dalam bentuk kabut agar seluruh ruangan kembali ke suhu kamar.

Cara kedua yakni penyemprotan berbasis timer. Pada jenis ini penyemprotan akan dilakukan secara berkala sesuai timer yang sudah diatur oleh pengguna. Terakhir adalah cara manual, di mana petani jamur tiram bisa mengaktifkan penyemprotan jika dirasa perlu secara manual.

“Karena sistem ini sangat bergantung pada koneksi internet, maka untuk mengatasi kemungkinan jaringan buruk disediakan tombol power untuk aktivasi,” kata dosen Departemen Fisika ITS ini.

Selain penyemprotan yang terotomasi, Lila menyebutkan bahwa sistem ini dilengkapi oleh kamera web untuk memantau jamur tiram dari jarak jauh. Tidak seperti tanaman padi yang memiliki masa panen tertentu, jamur tiram dapat dipanen kapan saja ketika dia sudah besar dan berbentuk merekah.

Jika jamur sudah merekah dan tidak segera dipetik, maka jamur tiram tersebut akan menguning dan kualitasnya tidak lagi bagus.

Untuk menjalankan fungsi penyiraman dan pengawasan pada sistem otomasi kelembaban dan suhu ini diperlukan daya listrik. Namun di kondisi eksisting lokasi rumah jamur belum teraliri listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sehingga perlu ditambahkan panel surya sebagai penyedia energi alternatif dalam sistem tersebut.

“Panel surya yang kami rancang bersifat portabel sehingga bisa dipindahkan dengan mudah. Jika butuh untuk mencari daya panel surya dapat dikeluarkan, kemudian dimasukkan ke dalam rumah jamur seusainya,” jelas dosen yang memiliki bidang keahlian Fisika Teori ini.

Lila mengungkapkan bahwa dalam realisasi program KKN ini ada hal tidak terduga terkait sistem penyiraman jamur tiram di Desa Selorejo. Pada kondisi eksisting, biasanya pengelola rumah jamur menyiram jamur tiramnya dengan cara bolak-balik membawa air dari sungai terdekat. Namun jalur yang harus ditempuh cukup menantang dan berpotensi menyebabkan orang terpeleset.

Sehingga tim KKN dituntut untuk mencari solusi dari pengadaan air guna penyiraman jamur tiram ini. Menjawab masalah ini, akhirnya Lila bersama tim KKN-nya membuatkan sumur bor yang terintegrasi dengan sistem yang telah didesainnya sehingga tidak perlu ada bolak-balik membawa air dari sungai lagi.

“Hal ini berpengaruh pada penyediaan daya yang diperlukan karena sumur bor yang dibutuhkan cukup memakan daya besar akibat jarak ke air tanahnya yang cukup dalam,” kata Lila.

Mendapatkan respon yang positif, Lila berniat untuk melanjutkan pengembangan potensi jamur tiram di Desa Selorejo pada kegiatan KKN tahun 2021 mendatang. Jamur Tiram hasil panen saat ini masih sekadar diolah menjadi satu jenis olahan saja berupa bakso Jamur.

Kedepannya, kata Lila adalah menambah jenis olahan Jamur Tiram yang lebih variatif, membantu mengurus sertifikasi halal, hingga pembuatan merek dagang dan platform pemasaran agar membantu meningkatkan ekonomi masyarakat setempat. (tok/ang)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs