Sabtu, 23 November 2024

Jokowi: Disinformasi sebagai Penyebab Masyarakat Menolak UU Cipta Kerja

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Jokowi Presiden memberikan keterangan terkait UU Cipta Kerja, Jumat (9/10/2020), di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. Foto: Biro Pers Setpres

Joko Widodo Presiden, Jumat (9/10/2020) pagi, memimpin rapat kabinet membahas Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

Usai rapat, Presiden menyatakan UU Cipta Kerja secara umum bertujuan melakukan reformasi struktural dan mempercepat transformasi ekonomi.

“Pagi tadi saya telah memimpin rapat terbatas secara virtual tentang Undang-Undang Cipta Kerja bersama jajaran pemerintah dan para gubernur. Dalam Undang-Undang tersebut terdapat 11 klaster yang secara umum bertujuan untuk melakukan reformasi struktural dan mempercepat transformasi ekonomi,” ujarnya.

Kesebelas klaster tersebut yaitu urusan penyederhanaan perizinan, urusan persyaratan investasi, urusan ketenagakerjaan, urusan pengadaan lahan, urusan kemudahan berusaha, urusan dukungan riset dan inovasi.

Kemudian, urusan administrasi pemerintahan, urusan pengenaan sanksi, urusan kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM, urusan investasi dan proyek pemerintah, serta urusan kawasan ekonomi.

Kepala Negara menjelaskan, UU Cipta Kerja disusun untuk memenuhi kebutuhan atas lapangan kerja baru yang sangat mendesak.

Menurutnya, setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru yang masuk ke pasar kerja. Apalagi di tengah pandemi, terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi Covid-19.

“Sebanyak 87 persen dari total penduduk bekerja, memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah, di mana 39 persen berpendidikan sekolah dasar, sehingga perlu mendorong penciptaan lapangan kerja baru, khususnya di sektor padat karya. Jadi UU Cipta Kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja serta pengangguran,” jelasnya.

Di sisi lain, Presiden menilai unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja akibat disinformasi mengenai substansi dari undang-undang itu dan hoaks di media sosial.

Pada kesempatan itu, Jokowi menyampaikan beberapa disinformasi tersebut.

Presiden mengambil contoh adanya informasi yang menyebutkan tentang penghapusan UMP (Upah Minimum Provinsi), UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota), dan UMSP (Upah Minimum Sektoral Provinsi).

“Hal itu tidak benar, karena faktanya adalah Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada,” ucap Presiden.

Selain itu, ada juga kabar yang menyebutkan upah minimum pekerja akan dihitung per jam. Dengan tegas Presiden menyatakan informasi tersebut juga tidak benar.

“Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang, upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil,” imbuhnya.

Begitu juga dengan kabar yang menyebutkan semua cuti, baik cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan, dihapus dan tidak ada kompensasinya.

Presiden sekali lagi menegaskan bahwa kabar tersebut tidak benar dan menyatakan hak cuti tetap ada.

“Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Tidak benar. Yang benar, perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak. Kemudian juga pertanyaan mengenai benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang? Yang benar adalah jaminan sosial tetap ada,” paparnya.

Lebih lanjut, Presiden menepis kabar bahwa UU Cipta Kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan. Menurutnya, yang diatur dalam klaster pendidikan UU Cipta Kerja hanyalah pendidikan formal di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

“Sedangkan, perizinan pendidikan tidak diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja ini, apalagi perizinan untuk pendidikan di pesantren, itu tidak diatur sama sekali dalam Undang-Undang (Cipta Kerja) ini, dan aturan yang selama ini ada tetap berlaku,” tegasnya.

Sementara itu, terkait keberadaan bank tanah, Kepala Negara menjelaskan bank tanah diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, dan konsolidasi lahan, serta reforma agraria.

“Itu sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah, dan kita selama ini tidak memiliki bank tanah,” pungkasnya. (rid/ang)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs