Wiku Adisasmito Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 mengatakan, pemerintah menargetkan Vaksin Covid-19 tersedia untuk masyarakat pada tahun 2021.
Sekarang, pemerintah masih menunggu hasil uji klinis vaksin yang akan disuntikkan kepada jutaan masyarakat Indonesia.
Dia menjamin, vaksin hasil kerja sama dengan negara lain mau pun Vaksin Merah Putih yang sedang dikembangkan pemerintah, sudah melalui tahapan uji klinis sampai dinyatakan aman.
“Vaksin yang nantinya masuk ke Indonesia harus dipastikan secara data dan penelitian aman bagi masyarakat. Pengembangan vaksin umumnya butuh waktu dan proses yang cukup panjang,” ujarnya di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (6/10/2020).
Tahapannya, dimulai dari penelitian dasar. Di tahap itu, ilmuwan menelusuri mekanisme potensial berdasarkan ilmu sains biomedis. Kemudian vaksin akan dibuat dalam jumlah terbatas untuk memasuki uji praklinis dan uji klinis tahap 1, 2 dan 3.
Dalam tahap uji praklinis dilakukan studi sel di laboratorium yaitu studi in Vitro dan in Vivo untuk mengetahui keamanannya kalau diujicobakan pada manusia.
Setelah itu, baru memasuki uji fase 1 di mana vaksin diberikan pada sekelompok kecil orang untuk melihat respon imunitas dan kekebalan yang dipicu vaksin.
“Pada fase 2, vaksin diberikan pada ratusan orang sehingga para ilmuwan dapat mempelajari lebih lanjut tentang dosis yang tepat. Pada fase 3, vaksin diberikan pada ribuan orang untuk memastikan keamanannya termasuk efek samping yang jarang terjadi dan keefektifannya. Uji coba ini melibatkan kelompok kontrol yang diberi placebo, artinya kelompok kontrol adalah masyarakat yang disuntik tapi tidak dengan vaksin,” Wiku menguraikan.
“Melalui proses uji klinis, ilmuwan bisa mengetahui apakah vaksin menimbulkan efek samping atau tidak, mengingat belum ada Vaksin Covid-19 yang lulus uji klinis tahap 3, kewaspadaan dan monitoring terhadap keamanan vaksin terus dilakukan,” ungkapnya.
Wiku juga menjelaskan terkait risiko Antibody-dependant enhancement (ADE). Itu adalah suatu kondisi reaksi tubuh karena antibodi melawan antigen yang berupa virus atau bakteri.
Terkait efek samping itu, kata Dokter Wiku sejauh ini baru ditemukan pada penyakit dengue dan sejenisnya dan tidak pada virus lain.
Fenomena ADE, menurut Wiku cuma terlihat pada Mers, Sars, Ebola, HIV, semata-mata ditemukan in silico dan in Vitro, dan tidak menggambarkan fenomena di manusia.
Fenomena ADE untuk Sars Cov-2 katanya sudah diselidiki sejak percobaan praklinis hingga dinyatakan aman dan baik.
Tapi, karena adanya perbedaan antara hewan percobaan dan manusia, tentu risiko ADE pada manusia harus diinvestigasi.
“Itulah pentingnya uji klinis melalui semua fase. Kalau sudah lolos fase 3 dan memberikan laporan yang baik, maka kandidat vaksin bisa meminta persetujuan edar dari lembaga pengawas. Pemerintah dalam hal ini tidak akan terburu-buru dan berpegang teguh pada data hasil uji,” tegas Wiku.
Sekadar diketahui, berdasarkan data Draft Landscape of Covid-19 candidate vaccines WHO yang diperbaharui per 2 Oktober, sudah ada 10 vaksin yang masuk ke dalam tahap 3 uji klinis.
Vaksin itu antara lain hasil pengembangan Sinovac, Wuhan Institute of Biological Product atau Sinopharm, Johnson Pharmaceutical Companies, Kansino Biologic Incorporated atau Beijing Institute of Biotechnology, Gamalea Research Institute, Beyond Tech atau Fossum Pharmaficer, University of Oxford atau Astrazeneka, Novavac, Moderna atau NIAID dan Beijing Institute of Biological Product atau Sinopharm.(rid/lim)