Sabtu, 23 November 2024

Paripurna DPR Mengesahkan RUU Cipta Kerja Menjadi UU, Fraksi Demokrat Walk Out

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Suasana Rapat Paripurna DPR RI. Foto/dok: Faiz suarasurabaya.net

Setelah pemerintah dan DPR RI serta DPD RI menyetujui RUU Cipta Kerja di keputusan tingkat I, maka pengesahannya dibawa ke keputusan tingkat II dalam rapat paripurna.

Rapat pengganti Badan Musyawarah (Bamus) langsung digelar Senin (5/10/2020) siang, dan langsung dilanjutkan agenda Rapat Paripurna.

Dalam rapat paripurna, Azis Syamsudin wakil ketua DPR RI memimpin jalannya sidang. Rapat diawali dengan laporan Supratman Andi Agtas ketua Badan Legislasi DPR yang membahas langsung RUU Cipta Kerja dalam rapat-rapatnya, sampai dengan keputusan tingkat I.

“Baleg DPR-RI bersama dengan Pemerintah dan DPD-RI telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali, terdiri dari dua kali Rapat Kerja, 56 kali Rapat Panja dan 6 kali Rapat Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi (Timus/Timsin) yang dilakukan mulai hari Senin sampai dengan Minggu. Dimulai dari pagi hingga dini hari bahkan masa reses pun tetap melaksanakan rapat, baik di dalam maupun di luar gedung DPR yang tentunya atas persetujuan Pimpinan DPR-RI,” ujar Supratman dalam rapat paripurna.

Terkait hasil pembahasan RUU Cipta Kerja, dia juga menyampaikan beberapa hal diantaranya RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang disusun dengan menggunakan metode Omnibus Law yang terdiri dari 15 Bab dan 174 pasal yang berdampak terhadap 1.203 pasal dari 79 undang-undang terkait dan terbagi dalam 7.197 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

Pembahasan dilakukan oleh Panja secara detail, intensif, dan mengedepankan prinsip musyawarah untuk mufakat, dimulai dari tanggal 20 April 2020 sampai dengan 3 Oktober 2020.

Adapun hal-hal pokok yang secara cermat dalam pembahasan Daftar Isian Masalah (DIM), kata Supratman, selanjutnya disepakati antara lain dikeluarkannya 7 UU dari RUU Ciptaker, masing-masing UU 40/1999 tentang Pers, UU 20/2003 tentang Sisdiknas, UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, UU 12/2012 tentang Dikti, UU 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran, UU 4/2019 tentang Kebidanan, dan UU 20/2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian.

Kemudian ditambahkan 4 UU dlm RUU tentang Ciptaker yaitu UU 6/1983 ttg KUP, UU 8/1983 dan UU 42/2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah, dan UU 18/2007 ttg Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Setelah laporan Ketua Baleg, Benny Kabur Harman melakukan interupsi untuk menyampaikan alasan penolakan fraksi partai Demokrat dan rencana pengesahan RUU Cipta Kerja ini.

Meskipun sebelumnya sudah ada pandangan mini fraksi dalam keputusan tingkat I sebelum paripurna, maka untuk berlaku adil, Azis Syamsudin kemudian memberi kesempatan kepada seluruh fraksi untuk menyampaikan pandangannya sebelum diambil keputusan tingkat II.

Ada dua fraksi yang menyatakan menolak pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Kedua fraksi tersebut masing-masing Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Marwan Cik Hasan mewakili Fraksi Demokrat menyampaikan pandangannya kalau pembahasan RUU Ciptaker ini terlalu cepat dan terburu-buru.

“Pembahasan UU ini terlalu cepat dan terburu-buru sehingga pembahasan pasal per pasal seperti kurang mendalam. RUU Cipta Kerja harus dapat memberikan arah Indonesia ke depan seperti apa. Kami memahami RUU Cipta Kerja ini ditujukan untuk menjalankan sejumlah agenda perbaikan reformasi dan birokrasi tapi kami mencermati ada permasalahan mendasar dari RUU Cipta Kerja ini,” tegas Marwan.

Marwan juga menilai kalau RUU ini berpotensi meminggirkan kepentingan pekerja, mengesampingkan Pancasila sila ke-5, cacat prosedur, tidak transparan dan akuntabel.

Sementara, Amin AK dari Fraksi PKS menilai pembahasan RUU Ciptaker bertentangan dengan politik hukum kebangsaan. Kebijakan dalam RUU Cipta Kerja memuat substansi liberalisasi sumber daya alam. RUU Cipta Kerja memuat substansi yang merugikan tenaga kerja.

“RUU Ciptaker memuat pengaturan yang merugikan pekerja dan buruh di Indonesia dan justru mwnguntungkan pengusaha. RUU ini juga berpotensi merusak lingkungan dan membuka liberalisasi pendidikan. Lalu pembentukan lembaga Investasi juga sarat dari pengawasan. RUU Ciptaker memberikan ruang besar bagi pemerintah namun tidak diimbangi dengan pengawasan dan sanksi hukumnya,” kata Amin.

Setelah pandangan fraksi selesai, ternyata Benny Kabur Harman anggota fraksi Demokrat masih interupsi lagi. Hal ini membuat Azis Syamsudin sebagai pimpinan sidang paripurna tidak mengijinkan, kecuali setelah pidato dari pihak pemerintah, dalam hal ini Airlangga Hartarto Menteri Perekonomian.

Adu argumen keras antara Azis dan Benny pun tidak terelakan.

“Pak Benny, tadi sudah kita kasih kesempatan interupsi dan semua fraksi sudah menyampaikan pandangannya. Silakan nanti setelah pidato pak menteri bisa menyampaikan interupsi lagi,” kata Azis.

“Tidak bisa! Ini berdasarkan tata tertib (sidang), saya menyampaikan interupsi, tolong diizinkan,” jawab Benny dengan suara keras.

Sekadar diketahui, setelah penyampaian pandangan fraksi, karena tujuh fraksi sudah menyetujui dan dua fraksi menolak, biasanya pimpinan sidang akan mengetok palu tanda persetujuan yang kemudian dilanjutkan pidato dari pihak pemerintah.

Hal inilah yang kemungkinan membuat Benny ngotot melakukan interupsi lagi untuk menghadang ketok palu.

“Pimpinan tolong saya dikasih kesempatan, ini kan tatib, pimpinan tidak bisa seenaknya,” jelas Benny.

“Saya yang mengatur sidang, tidak bisa!,” jawab Azis lagi.

Karena tidak tidak diizinkan, maka Benny dan anggota fraksi demokrat melakukan walk out.

“Kami fraksi partai Demokrat menyatakan walk out dan tidak bertanggungjawab,” tegas Benny.

Rapat paripurna akhirnya menyetujui dan mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

“Saya bertanya, apakah RUU Cipta Kerja ini disetujui untuk menjadi Undang-Undang?,” tanya Azis disambut kata setuju dari seluruh anggota dewan yang hadir yang kemudian palu diketok Azis tiga kali tanda persetujuannya. (faz/ang)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs