PT Kimia Farma Diagnostika selaku penyedia layanan rapid test di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta dan PT Angkasa Pura II (Persero) selaku pengelola Bandara Soekarno-Hatta, memberikan perhatian penuh terhadap dugaan pemerasan dan pelecehan seksual yang dialami seorang calon penumpang pesawat.
Adil Fadilah Bulqini Direktur Utama PT Kimia Farma Diagnostika mengatakan, pihaknya dan PT Angkasa Pura II langsung melakukan investigasi internal merespon informasi tersebut.
Penumpang yang mengaku sebagai korban, kata Adil, juga sudah dihubungi oleh perseroan.
“PT Kimia Farma Diagnostika telah menghubungi korban atas kejadian yang dilakukan oleh oknum tersebut. Kami akan membawa peristiwa ini ke ranah hukum atas tindakan oknum yang diduga melakukan pemalsuan dokumen hasil uji rapid test, pemerasan, tindakan asusila dan intimidasi,” ujarnya melalui pesan elektronik yang diterima suarasurabaya, Sabtu (19/9/2020).
Sementara itu, Agus Haryadi Executive General Manager Bandara Soekarno-Hatta mengatakan, PT Angkasa Pura II sangat menyesalkan adanya informasi itu.
Dia menegaskan, dukungan akan diberikan kepada seluruh pihak terkait termasuk keperluan untuk pengecekan CCTV dan lainnya.
“Kami memberikan perhatian penuh terhadap informasi itu. Kami siap bekerja sama dengan seluruh pihak termasuk sudah berkoodinasi dengan Polres Bandara Soekarno-Hatta yang saat ini tengah melakukan penyelidikan,” kata Agus.
Sekadar informasi, kasus itu mengemuka sesudah pemilik akun Twitter @listongs berinisial LHI menceritakan peristiwa kekerasan seksual dan pemerasan oleh oknum penyedia jasa rapid test.
Menurut penuturannya, peristiwa itu terjadi pada 13 September waktu dia akan terbang dari Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta menuju Nias, Sumatera Utara.
Setelah rapid test, petugas mengatakan hasil rapid test LHI reaktif.
Tapi, petugas menyarankan LHI melakukan tes ulang dan menjamin akan memberikan hasil nonreaktif. Korban pun mengikuti usulan itu.
Setelah LHI mendapat hasil nonreaktif dan menuju tempat keberangkatan, terduga pelaku menghampirinya dan meminta sejumlah uang untuk keterangan nonreaktif yang dikeluarkannya.
LHI lalu mentransfer uang sebanyak Rp1,4 juta melalui ponselnya ke rekening pribadi terduga pelaku.
Setelah itu, pria terduga pelaku pemerasan melakukan kekerasan seksual hingga membuat korban trauma.(rid/tin)