Minggu, 24 November 2024

Penjelasan BSN dan Kemenkes Soal Pentingnya Masker Medis Sesuai SNI

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Ilustrasi. Foto : Pixabay

Penggunaan masker medis sebagai bagian dari Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19, terutama bagi tenaga kesehatan. Mengingat produk ini menyangkut masalah keselamatan, Badan Standardisasi Nasional (BSN) menetapkan SNI masker medis. Diharapkan pelaku usaha usaha masker medis menerapkan SNI.

Tiga SNI masker medis yang ditetapkan BSN adalah SNI 8488:2018 Spesifikasi standar untuk kinerja material yang digunakan dalam masker medis (ASTM F2100-11, IDT); SNI 8489:2018 Metode uji standar evaluasi Efisiensi Filtrasi Bakteri (Bacterial Filtration Efficiency/BFE) dari material masker medis, menggunakan aerosol biologis Staphylococcus aureus (ASTM F2101-14, IDT); serta SNI EN 14683:2019+AC:2019 Masker medis – Persyaratan dan metode uji (EN 14683:2019+AC:2019, IDT, Eng).

SNI tersebut merupakan adopsi identik dari standar internasional yakni ASTM dan EN.

“Dokumen SNI masker medis ini menjelaskan konstruksi, desain, persyaratan kinerja dan metode pengujian untuk masker medis yang dimaksudkan untuk membatasi penularan agen infeksi dari staf ke pasien selama prosedur pembedahan dan pengaturan medis lainnya dengan persyaratan serupa,” jelas Wahyu Purbowasito Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan, dan Halal – BSN di Jakarta berdasarkan keterangan tertulis yang diterima suarasurabaya.net.

“Masker medis dengan penghalang mikroba yang sesuai juga dapat efektif dalam mengurangi emisi agen infektif dari hidung dan mulut carrier asimptomatik atau pasien dengan gejala klinis,” lanjutnya.

Persyaratan mutu pada masker medis, lanjutnya, juga dilihat dari bacterial filtration efficiency (BFE); microbial cleanliness; differential pressure; infective agent, splash resistance, serta PFE (sub-micron Particulate Filtration Efficiency) efisiensi filtrasi partikulat sub micron.

Yang dimaksud BFE adalah efektivitas material masker medis dalam mencegah lewatnya bakteri aerosol serta dinyatakan dalam persentase dari jumlah diketahui yang tidak menembus material masker medis pada laju alir aerosol yang ditetapkan.

Sementara, differential pressure, menunjukkan tingkat permeabilitas udara dari masker, diukur dengan menentukan perbedaan tekanan di masker dalam kondisi aliran udara, suhu dan kelembaban tertentu. Differential pressure merupakan indikator “kemampuan bernapas” dari masker.

“Dengan kata lain, differential pressure adalah indikator seseorang nyaman bernafas atau tidak menggunakan masker juga dihitung dalam standar ini,” jelas Wahyu.

Terkait persyaratan mutu dalam SNI, indikator untuk pengujian BPE adalah pada tipe I, ≥95%, pada tipe II ≥98%, tipe IIR ≥98% dengan tipe pengujian sesuai dengan SNI EN 14683 Annex B. Dengan demikian, masker medis memiliki daya filtrasi yang lebih tinggi dibanding masker kain.

Senada dengan Wahyu, Direktur Penilaian Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Kementerian Kesehatan RI, IGM Wirabrata dalam kesempatan acara Webinar, menyampaikan bahwa daya filtrasi sangat tinggi dimiliki masker medis dan masker N95.

“Masker N95 memiliki daya filtrasi sangat tinggi sekali untuk anti bacterial dan virus. Penggunaan masker ini sangat dibutuhkan untuk tenaga kesehatan sebagai garda terdepan, tidak hanya saat pandemi tapi juga saat penyakit dengan infeksi sebaran luas dan cepat. Sebagai contoh, jika seseorang bersin. Bersin mempunyai tekanan yang cukup jauh dari 4 hingga 6 meter. Oleh karenanya, penggunaan masker sangat menolong guna menghindari infeksi penyakit masuk ke dalam tubuh kita,” pungkasnya.

Masker medis atau juga bisa disebut dengan masker bedah, memiliki 3 lapisan. Masker ini bisa memfiltrasi bakteri dengan tingkat filtrasi tinggi. Oleh karenanya, agar masker medis dapat terjamin kualitasnya sehingga fungsinya jauh lebih efektif, maka meskipun SNI Masker Medis masih bersifat sukarela, regulasi dari Kemenkes meminta hasil uji masker sesuai SNI yang berlaku, sebagai syarat diterbitkannya izin edar dari Kemenkes.

Berbeda untuk masker kain yang tidak perlu ijin edar. “Jika membeli di toko, ini bisa dipakai sesuai dengan anjuran Gugus Tugas Covid-19 pada saat awal Pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Memang pada penggunaannya, droplet bisa diatasi dengan masker kain yang kita gunakan. Namun filtrasinya akan berbeda dengan masker medis dan N95. Hal ini dikarenakan masker kain tidak perlu diuji, tidak memiliki standar khusus, dan tidak memiliki izin edar,” ujar Wirabrata.

Meskipun demikian, penggunaan masker juga harus dilakukan dengan benar. “Penggunaan masker jangan turun ke dagu. Karena penggunaan masker yang salah menyebabkan bakteri dan virus masuk ke dalam ruang dalam masker. Sebagai contoh, apabila ingin makan dan minum masker dibuka. Cara membuka dan meletakkan masker juga mengikuti prosedur supaya menggunakan masker itu bermanfaat betul. Melepas masker, juga ditaruh di wadah atau di tissue terlipat dua serta ke dalam jangan terbalik. Disimpan baik, kemudian bisa dipakai kembali. Sebenarnya masker digunakan satu kali penggunaan. Begitu dilepas dari penggunaan pertama wajah tidak bisa dipakai lagi untuk masker bedah. Untuk masker kain mempunyai ketahanan 4-6 jam kemudian dicuci dan ganti. Tetap jaga protokol kesehatan, pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan menggunakan sabun sesering mungkin,” jelas Wirabrata.

Saat ini, masker yang beredar di pasaran ada 3 jenis yakni masker kain, masker medis, dan masker N95. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI, jumlah produksi masker sebelum dan sesudah pandemi Covid-19 meningkat.

“Khusus untuk masker medis, sesuai dengan data sampai pada tanggal 24 Agustus 2020 bahwa, tahun 2019 jumlah izin edar berjumlah 104, pada tahun 2020 sebanyak 275 dengan jumlah industri pada tahun 2019, 28 industri dan tahun 2020 berjumlah 138. Untuk produk impor, izin edar yang dikeluarkan Kemenkes berjumlah 31, pada tahun 2020 berjumlah 40 dengan jumlah industri pada tahun 2019 berjumlah 15, dan tahun 2020 berjumlah 27. Sementara, masker KN95 (serupa N95) jumlah izin edar tahun 2019 belum ada, di tahun 2020 sebanyak 5 dengan jumlah industri pada tahun 2019 belum ada dan tahun 2020 berjumlah 4 industri. Untuk produk impor KN95, jumlah izin edar berjumlah 1, tahun 2020 berjumlah 22, dengan industri berjumlah 1 serta di tahun 2020 sebanyak 17 industri,” ungkap Wirabrata.

Nah, dari sini menjadi jelas bukan, jika masker medis perlu didorong menerapkan SNI. Dengan persyaratan mutu yang ketat, maka si pengguna bisa jauh lebih nyaman dan jika digunakan secara benar, efektifitas produknya tentu lebih baik. Harapan kita semua, tersedianya masker medis yang memenuhi standar dapat mendukung tugas mulia para dokter dan tenaga medis dalam menolong orang lain.(tok/tin)

Berita Terkait

Surabaya
Minggu, 24 November 2024
34o
Kurs