Sabtu, 23 November 2024

Asdeki: Dispensasi Penumpukan Peti Kemas Bisa Bikin Pengusaha Gulung Tikar

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Pelabuhan Terminal Petikemas Surabaya. Foto: Dermaga

Agung Kresno Sarwono Ketua DPW Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (Asdeki) Jatim mengatakan, Surat Edaran 37/2020 Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub perlu dicabut.

Dengan adanya SE itu, pelaku usaha depo peti kemas terancam merugi selama tiga bulan ke depan dan bukan tidak mungkin banyak pengusaha yang terancam gulung tikar atau bangkrut.

“Kami meminta SE 37/2020 dicabut,” kata Agung di kantor Asdeki, Jalan Tanjung Batu, Surabaya, Jumat (4/9/2020).

Surat tertanggal 28 Agustus 2020 itu mengatur pemberian dispensasi masa penumpukan peti kemas (container yard) di lapangan penumpukan lini satu selama darurat Covid-19.

Aturan dalam SE 37/2020 itu memperpanjang SE Nomor 20/2020 yang berlaku selama tiga bulan sejak diterbitkan pada 7 Mei lalu.

Agung yang Mantan Direktur Operasional PT Terminal Teluk Lamong menegaskan, asosiasi akan tetap patuh pada kebijakan pemerintah. Tetapi di meminta ada etika hukum sehingga tidak ada tumpang tindih kebijakan.

“Jangan sampai kebijakan dari Dirjen Perhubungan Laut mengalahkan kebijakan yang dikeluarkan kementerian atau lembaga yang lebih tinggi,” Agung menambahkan.

Pernyataan ini merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan nomor 116/2016 yang menyebutkan agar dwelling time maksimal tiga hari. Selain itu, pemerintah juga menegaskan, terminal bukan tempat penitipan barang.

Poin lain yang tercantum dalam SE 37/2020 menyebutkan, aturan itu sebagai bentuk dukungan kepada pelaku usaha yang mengalami penurunan aktivitas usaha akibat Covid-19.

Juga tentang toleransi penumpukan peti kemas di lapangan penumpukan selama yard occupation ratio (YOR) atau batas toleransinya masih di bawah 65 persen dari total kapasitas.

“Saya kurang setuju. Layanan sekarang sudah cepat, sesuai protokol Covid-19, dan bisa daring (online). Jangan lupa, sekarang memasuki new normal. Kalau dikatakan darurat, darurat yang bagaimana?” Tanya Agung.

Di masa adaptasi baru atau new normal ini, kata dia, Bea Cukai hanya butuh waktu tiga hari untuk menerbitkan surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB). Setelah itu pengusaha bisa mengeluarkan barang.

“Jangan sampai semangat keluarnya SE 37/2020 membela satu kelompok pengusaha, tapi mengabaikan pengusaha yang lain,” terangnya.

Sejak keluarnya SE 20/2020, kerugian yang diderita anggota Asdeki Jatim rata-rata Rp250 juta per bulan selama periode Mei sampai Juli. Terjadi penurunan volume peti kemas mencapai 80 persen dari rata-rata 300 peti kemas per bulan.

Komponen kerugian rata-rata disebabkan mahalnya sewa peralatan, sumber daya manusia (SDM), dan tarif listrik.

“Masing-masing depo punya karakter berbeda, jadi kerugiannya tidak sama. Tapi kurang lebih sebesar itu (Rp250 juta per bulan),” kata pria yang pernah menempuh pendidikan Ilmu Jasa Kepelabuhanan di Korea Selatan itu.

DPW Asdeki Jatim menggandeng asosiasi pengusaha di pelabuhan untuk melaporkan masalah SE 37/2020 ini ke Kadin Jatim. Kadin sudah menindaklanjuti dengan mengirim surat ke Kantor Otoritas Pelabuhan (KOP) Tanjung Perak.(den)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs