Kamis, 28 November 2024

DPR RI: Pemerintah Sebaiknya Tidak Berbisnis Vaksin Dengan Rakyat Indonesia

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
llustrasi vaksin

Sukamta anggota Komisi I DPR RI mengingatkan pemerintah agar tidak melakukan bisnis vaksin dengan rakyat Indonesia. Menurut Sukamta, wacana pemerintah membagi dua skema pemberian vaksin yaitu ditanggung APBN melalui BPJS bagi yang kurang mampu dan bagi masyarakat yang mampu membayar sendiri akan menimbulkan banyak polemik dan masalah baru.

“Alasan pemerintah untuk mengurangi defisit anggaran masuk akal namun pemerintah dilarang membisniskan vaksin dan membiarkan vaksin liar di pasaran. Belajar dari pengalaman rapid test dan PCR yang batasan harganya tidak di atur oleh pemerintah membuat penyedia layanan bebas menentukan harga. Masyarakat kemudian jadi korban,” ujar Sukamta yang juga Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Selasa (1/9/2020).

Sukamta menduga, sejak awal pemerintah memang hanya mau mengalokasikan anggaran untuk rakyat miskin. Buktinya menurut Sukamta, besaran alokasi vaksin hanya Rp 55 trilliun.

“Anggaran ini sesuai dengan kebutuhan bagi lebih dari 180 juta jiwa penduduk Indonesia yang terdiri dari kategori BPJS kelas 3 sebanyak 132,6 juta jiwa ditambah 44,5 juta jiwa yang belum terdaftar BPJS,” tegasnya.

Lebih detail, Sukamta menjabarkan berdasarkan kesepakatan pembelian bulk vaksin dengan Sinovac sebesar 8 dollar AS kemudian ditambahkan perkiraan biaya fill and packing sebesar 2 dollar AS maka harga per dosis vaksin sebesar 10 dollar AS. Menggunakan perhitungan kurs Rp15.000,-/ dollar maka per vaksin dijual seharga Rp150.000,- sehingga dibutuhkan anggaran untuk 2 kali vaksin sebesar Rp 53 triiun.

Sedangkan bagi peserta BPJS kelas 1 dan 2 sebanyak 91,4 juta jiwa apabila membeli vaksin mandiri dari negara dengan harga per vaksin 25 dollar AS sesuai dengan info awal dari pemerintah maka diperoleh hasil penjualan vaksin mencapai 68,5 trilliun.

“Perhitungan ini bisa membuat pemerintah mendapatkan untung besar dari bisnis jual beli vaksin,” jelasnya.

Sukamta kemudian memberikan peringatan kepada pemerintah jika tetap menggunakan skema menjual vaksin bagi masyarakat yang mampu harus membuat regulasi yang jelas.

“Potensi bisnis vaksin Covid-19 bagi Indonesia luar biasa mencapai 68,5 trilliun. Tepat jika produksi dan distribusi diserahkan kepada Bio Farma. Kemampuan Bio Farma sudah teruji dalam memproduksi vaksin dan antisera serta pengalaman mendistribusikan vaksin dari pemerintah ke seluruh wilayah Indonesia. Namun, apabila vaksin dijual bebas maka bisa dipastikan Bio Farma akan bersaing dengan banyak perusahaan yang akan terjun untuk mengimpor dan menjual vaksin secara mandiri. Akibatnya, jika tidak ada regulasi maka pasar bebas harga vaksin akan terjadi,” ujar Legislator asal dapil Jogja ini.

Sekadar diketahui, perputaran uang di bisnis vaksin tahun 2020 diprediksi oleh Zion Market Research mencapai USD 59,2 miliar atau setara dengan Rp858,4 Triliun (kurs Rp 14.500 per USD). Akibat pandemi Virus Corona, tiga tahun ke depan menurut Fortune Business Insight nilai bisnis vaksin dunia akan menjadi UD 65,1 miliar dan di tahun 2027 melonjak lagi menjadi USD 104,87 miliar.(faz/bid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Kamis, 28 November 2024
32o
Kurs