Hubungan antara anak muda dengan politik ibarat cinta yang bertepuk sebelah tangan. Hal itu disampaikan oleh Aryo Seno Bagaskoro Aktivis Pembelajar. Menurutnya, anak muda sudah sering dikecewakan dengan praktek politik. Hal itu membuat banyak anak muda akhirnya apatis dengan politik.
Begitu juga politik menganggap anak muda tidak berminat dengan ranah politik. Akhirnya para tokoh politik menyertakan kampanye-kampanye anak milenial untuk menarik simpati anak muda. Sayangnya, kampanye-kampanye tersebut hanya berakhir pada jargon, namun tidak secara langsung menyentuh permasalahan anak muda.
“Politik dan anak muda itu ibarat cinta bertepuk sebelah tangan. Politik merasa tidak dikehendaki oleh anak muda, dan anak muda sering dikecewakan dengan politik, seperti korupsi, tokoh publik, skandal politik, yang itu berbeda dengan anak muda yang suka berinovasi dan kreatif,” kata Aryo dalam Live Instagram KelaSS Pintar Episode 10, dengan tema “Anak Muda di Tengah Pilkada Surabaya” dengan host Denza Perdana reporter suarasurabaya.net, Rabu (26/8/2020).
Akibatnya, anak muda lebih memilih jalan lain untuk menyalurkan ide-ide mereka, salah satunya dengan berkesenian. Karena selama ini, Aryo melihat tokoh politik hanya membawa jargon milenial, tanpa benar-benar membawa ide dan menampung aspirasi anak muda.
Ia menilai, seharusnya para calon kandidat Wali Kota Surabaya nantinya lebih banyak mengangkat isu yang berkaitan langsung dengan anak muda jika memang ingin menggaet hati mereka. Bukan hanya jargon milenial namun isu yang dibawa merupakan narasi lama.
“Dengan catatan, mendekatkan isu-isu politik ke isu-isu tentang anak muda. Apa yang teman-teman rasakan? ya internet, sekolah mudah diakses, sekolah murah, sekolah online yang tidak menyusahkan, kontes game online dan sebagainya. Kalau mau melibatkan anak-anak muda, saya kira cinta bertepuk sebelah tangan itu bisa kembali CLBK (cinta lama bersemi kembali),” ujar Aryo.
Menurutnya, kesadaran dalam berpolitik adalah hal penting untuk jadi perhatian anak muda karena semua sendi kehidupan manusia ini berjalan akibat kebijakan dan keputusan politik. Namun faktanya, masih banyak anak muda yang belum paham tentang fungsi penyelenggara negara karena mereka tidak dilibatkan.
“Politik itu berkaitan dengan kebijakan publik, mau tidak mau kita harus mikir bagaimana politik kita kedepan, bagaimana mengawalnya. Banyak anak muda yang punya bakat dan ide luar biasa, tapi bingung menyalurkan kemana. Gunanya DPRD apa nggak ngerti, parlemen juga nggak ngerti, tiba-tiba muncul (kebijakan),” ujarnya.
Apalagi, lanjut Aryo, selama ini anak muda diajak berbincang soal membangun kota hanya saat momen pemilu. Namun selebihnya, kurang ada pendampingan secara konsisten untuk menampung aspirasi mereka. Sehingga perlu ada proses politik yang berkelanjutan untuk melibatkan anak muda di dalamnya.
“Proses politik nggak cuma lima tahunan, karena anak muda didatangi hanya saat pemilihan. Ngajak mereka ngopi ‘ayo, membahas kota’. Lha terus, lima tahun ini kemana saja?” tegasnya.
Menurut Aryo, modus operandi yang baik adalah dengan konsisten hadir untuk anak muda, terlebih saat anak muda membutuhkan dukungan atas karya-karya mereka. Begitu juga secara konsisten mengawal ide-ide dan aspirasi anak muda, tidak hanya saat menjelang pilkada.
Saat ada netter yang menanyakan, bagaimana keterlibatan anak muda di jajaran Pemerintahan Kota Surabaya, Aryo menjawab sudah banyak anak muda yang terlibat langsung dalam pembuatan kebijakan. Namun, banyak dari mereka yang masih membawa narasi politik lama, yang tidak menyertakan muda di dalamnya.
Maka dari itu, Aryo menggaris bawahi, ide-ide anak muda tidak harus dibawa oleh anak muda itu sendiri. Ide anak muda bisa dibawa oleh siapa saja asalkan mereka mau mendengar aspirasi anak muda.
“Lumayan sih, banyak yang relatif muda. Tapi yang penting kan nggak cuma keterwakilan saja, tapi apa yang dia bawa di jabatannya, itu yang penting. Kalau kita belum merasakan (dampaknya), berarti ya belum ada (kebijakan yang berpengaruh besar ke anak muda). Muda nggak cuma soal usia, tapi pola pikir,” paparnya.
Menurut Aryo, pemimpin Surabaya yang ideal adalah mereka yang memiliki cerita tentang visi membangun Kota Surabaya kedepan. Visi yang akan membuat masyarakat Surabaya dapat memilih pemimpinnya.
“Surabaya harus dipimpin dengan visi. Harus ada narasi kedepan mau dibawa kemana. Saat orang datang ke kota itu, harus tahu, cerita kota itu seperti apa. Pemimpin kedepan saya harap seperti itu, bisa membawa ceritanya sendiri kedepan,” katanya.(tin/lim)