Sabtu, 23 November 2024

GP Farmasi Laporkan Tunggakan BPJS Kesehatan ke Jusuf Kalla

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Tirto Kusnadi Ketua Umum GP Farmasi Indonesia usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, Rabu (30/1/2019). Foto: Antara

Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia menemui Jusuf Kalla (JK) Wakil Presiden untuk melaporkan perihal penunggakan utang BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan, yang berdampak pada perusahaan-perusahaan obat.

Tirto Kusnadi Ketua Umum GP Farmasi Indonesia mengatakan selama ini masih banyak penjualan obat yang belum dibayarkan oleh fasilitas kesehatan kepada perusahaan-perusahaan farmasi dengan nilai mencapai Rp3,6 miliar.

“Ini nilainya cukup besar sehingga akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan industri farmasi. Kami sudah sampaikan ke Pak Wapres dengan harapan ada suatu yang bisa dibantu untuk ini bisa diselesaikan,” kata Tirto di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu (30/1/2019).

Tirto menyebutkan nilai utang tersebut belum dibayarkan dalam jangka waktu penunggakan yang cukup lama, mulai dari satu hingga tiga bulan.

GP Farmasi tidak dapat menagih utang tersebut secara langsung kepada BPJS Kesehatan karena posisi para penyedia obat tersebut sebagai pihak ketiga, yang berhubungan langsung dengan fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, klinik kesehatan dan Puskesmas.

“Ya kalau bisa, BPJS Kesehatan segera membayar kepada rumah sakit, kemudian rumah sakit bisa membayar kepada pemasok obat. Sulitnya, kami ini adalah co-provider, jadi kami supply ke rumah sakit, lalu digunakan oleh rumah sakit, lalu rumah sakit menagih BPJS untuk dibayar, baru (RS) akan bayarkan ke kami,” jelasnya.

Alur tersebut, menurut Tirto, semakin menghambat proses pelunasan pembayaran obat-obatan yang selama ini telah digunakan oleh fasilitas kesehatan mitra BPJS Kesehatan.

“Keinginan kami sebetulnya supaya bisa menjadi provider langsung, jadi obat dibeli dan dibayar langsung ke kami. Tapi ini memakan sistem (perubahan peraturan) yang tidak mudah,” ujarnya dilansir Antara.

Sementara itu Bambang Widianto Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden, mengatakan penunggakan pembayaran tersebut disebabkan oleh defisit anggaran yang dialami BPJS Kesehatan.

Bambang menjelaskan dari dana yang telah digelontorkan Pemerintah kepada BPJS Kesehatan, hanya 10 persen di antaranya digunakan oleh fasilitas kesehatan untuk membayar utang obat-obatan kepada perusahaan farmasi.

“Ini karena ada penundaan pembayaran dari BPJS ke rumah sakit, ya jadi berdampak ke sana. Kemarin kan sudah dibayar Pemerintah Rp10 triliun kan, tapi ternyata yang mengalir ke pabrik obat itu baru Rp300 miliar dari Rp3 triliun (utang), jadi baru 10 persen,” jelas Bambang.

Oleh karena itu, upaya Pemerintah untuk membenahi defisit BPJS Kesehatan menjadi salah satu solusi untuk mengatasi persoalan utang pembayaran obat-obatan kepada perusahaan farmasi.(ant/tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs