Pemerintah Kota Surabaya berencana memulai kembali pembelajaran tatap muka bagi siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sebagai langkah awal, akan ada 21 SMP negeri dan swasta sebagai pilot project.
Febriadhitya Prajatara Kabag Humas Pemkot Surabaya mengatakan, puluhan sekolah itu akan dilakukan simulasi terkait protokol kesehatan terlebih dahulu, sebelum nanti diputuskan untuk belajar tatap muka.
Salah satu alasan Pemkot Surabaya berencana membuka sekolah tatap muka, diantaranya karena banyak ditemukan pelajar keluyuran. Pilihan dimulai dari jenjang SMP, sebab mereka dianggap sudah mengerti terkait protokol kesehatan.
Menanggapi rencana ini, Isa Anshori Pakar Pendidikan mengatakan, kondisi pendidikan di tengah pandemi memang menjadi suatu dilema.
“Menurut saya Pemkot harus membuat pilihan, dimasukkan kembali ke sekolah ada persoalan dengan kesehatan, masih zona merah Surabaya. Tidak dimasukkan, tidak semua orang tua punya kemampuan mendampingi anaknya dirumah, sehingga menurut saya harus dilakukan pilihan moderat dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang diberlakukan,” kata Isa yang juga Anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur pada Minggu (2/8/2020).
Ia mengakui, rencana untuk mengembalikan anak-anak ke sekolah di tengah pandemi Covid-19 akan menimbulkan pro-kontra. Tapi, metode belajar online yang saat ini diterapkan, juga menimbulkan sejumlah masalah.
“Sebagaimana disampaikan oleh ibu Walikota bahwa anak-anak ketika tidak di sekolah ternyata tidak selalu berada di rumah. Bahkan ketika berada diluar rumah tidak ada yang bisa menjamin perlindungan terhadap wabah Covid-19. Anak-anak bermain ditempat dimana biasanya orang dewasa berkumpul, misalkan di warkop. Akibatnya pengaruh orang dewasa bisa lebih mudah mempengaruhi anak-anak. Negara sebetulnya rugi dua kali, tidak terjaminnya pencegahan penularan Covid, dan ongkos sosial moralitas lebih mahal,” ujarnya yang juga Sekretaris Umum Lembaga Perlindungan Anak Jatim.
Ia menegaskan, jika Pemkot Surabaya memang berencana membuka lagi sekolah tatap muka bagi siswa SMP, maka penerapan protokol kesehatan mutlak menjadi syarat utama.
“Bagi yang sudah siap dipersilakan melangsungkan pembelajaran dengan protokol kesehatan dan bagi yang belum, dipersilahkan mengikuti pembelajaran melalui daring, sehingga semua bisa terlayani. Bukankah kalau di sekolah kontrolnya lebih mudah,” katanya.
Sebelumnya, Nadiem Makarim Mendikbud dalam konferensi pers virtual di Jakarta pertengahan juni 2020 lalu menyatakan, sekolah yang boleh menggelar kegiatan belajar mengajar tatap muka hanya di zona hijau. Sedangkan sekolah di area zona merah, oranye, dan kuning Covid-19, dilarang untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Sampai sekarang ini, Kota Surabaya masih kategori zona merah, mengingat dinamika kasus Covid-19 belum mereda. (bas/bid)