Saleh Partaonan Daulay Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR RI mengatakan, kegelisahan orang tua siswa terkait pelaksanaan proses belajar mengajar di masa pandemi Covid-19 ini semakin tinggi. Di satu sisi, mereka ingin agar anaknya segera bisa kembali belajar di sekolah, tapi kurva penyebaran Covid-19 masih belum turun.
“Bahkan, kemarin diumumkan sudah kasus positif Corona sudah mencapai lebih 100 ribu orang,” ujar Saleh di Jakarta, Selasa (28/7/2020).
Menurut Saleh, proses belajar mengajar yang ada saat ini belum ideal sebagaimana diharapkan. Kementerian pendidikan dan kebudayaan tidak mengambil inisiatif untuk mengelola proses belajar mengajar tersebut. Masing-masing sekolah seakan-akan menentukan dan mendesain sendiri pola belajar yang diterapkan.
“Saya belum mendengar program belajar mengajar yang disusun oleh menteri Nadiem Makarim di masa pandemi ini. Begitu juga dengan fasilitas belajar jarak jauh, tidak disediakan sama sekali. Bahkan, mungkin tidak dipikirkan sama sekali,” tegasnya.
Kata Saleh, tidak heran jika kemudian ada banyak anak yang tidak bisa belajar karena ketiadaan fasilitas dan tidak bisa mengakses pelajaran online.
“Kalau baca dari kebijakan yang ada, Nadiem itu hanya membuat aturan saja. Misalnya, sekolah hanya boleh buka di zona hijau. Kalau belajar fisik, harus begini begitu. Di luar itu, harus belajar dari rumah,” kata Saleh.
“Nah, kalau belajar dari rumah, bagaimana metodenya? Apa sistem yang dipakai untuk menghubungkan guru dan siswa? Apakah hanya menonton video, atau live? Semua itu kelihatannya didasarkan atas prakarsa sekolah secara mandiri. Setiap sekolah berbeda antara satu dengan yang lain. Dan ini telah berlangsung kurang lebih lima bulan,” imbuhnya.
Saleh menjelaskan, meskipun ada kegiatan belajar mengajar jarak jauh yang diatur sekolah, namun kementerian pendidikan tidak memberikan fasilitas apapun. Terkesan mereka menganggap bahwa semua siswa dan orang tuanya memiliki akses untuk belajar online. Tidak pernah juga kedengaran kalau kementerian pendidikan memikirkan agar paket data internet tidak memberatkan ekonomi keluarga siswa. Atau paling tidak, seperti di negara tetangga, paket data tersebut disubsidi.
“Padahal, anggaran kementerian pendidikan dan kebudayaan itu besar. Menurut UU, 20 persen dari total APBN adalah untuk pendidikan. Maka jangan heran, anggaran kegiatan program organisasi penggerak (POP) saja mencapai 595 Miliar. Di tengah pandemi seperti ini, uang sebanyak itu sangat berarti untuk membantu masyarakat. Sayang sekali tidak dimanfaatkan secara bijaksana,” jelas Saleh.
Di saat-saat seperti ini, menurut Sakeh, semestinya Nadiem menunjukkan kepeloporannya. Apalagi backgroundnya adalah bisnis online. Walaupun beda jauh, tetapi sedikit ada kemiripan dengan belajar daring. Setidaknya, mirip karena menggunakan akses internet. (faz/bas/ipg)