Sabtu, 23 November 2024

Postur APBN 2021 Harus Bisa Antisipasi Risiko Ketidakpastian Akibat Pandemi Covid-19

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Jokowi Presiden memimpin rapat kabinet virtual dari Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/7/2020). Foto: Biro Pers Setpres

Joko Widodo Presiden mengingatkan jajarannya waspada dan selalu siap mengantisipasi terjadinya gelombang kedua pandemi Covid-19 serta ketidakpastian ekonomi global tahun 2021.

Presiden tidak mau terlalu terlalu percaya diri walau pun ada proyeksi lembaga global yang menyebut Indonesia masuk dalam kelompok negara dengan pemulihan ekonomi tercepat sesudah China.

“Situasi ekonomi global masih berkembang sangat dinamis. Makanya, kita harus tetap waspada terhadap berbagai kemungkinan dan antisipasi terhadap risiko terjadinya gelombang kedua, serta berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global di tahun 2021,” ujarnya dalam rapat kabinet virtual dari Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/7/2020).

Berdasarkan laporan yang diterima Presiden, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memprediksi tahun 2021 perekonomian global akan mulai kembali pulih dengan tingkat pertumbuhan antara 2,8 sampai 5,2 persen.

Bahkan, International Monetary Fund (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa mencapai angka 5,4 persen.

“Kalau perkiraan itu betul, perekonomian Indonesia mestinya berada di atas pertumbuhan ekonomi dunia,” kata Jokowi.

Supaya postur APBN Tahun 2021 sanggup menghadapi tantangan dan ketidakpastian ekonomi global sekaligus memulihkan perekonomian nasional di tengah pandemi, Kepala Negara menekankan sejumlah hal.

Pertama, melakukan kalkulasi cermat terhadap angka-angka indikator ekonomi makro.

“Harus betul-betul dikalkulasi dengan cermat, hati-hati, optimistis, tapi juga harus realistis dengan mempertimbangkan kondisi dan proyeksi terkini,” ujarnya.

Prioritas penggunaan anggaran dan pelebaran defisit APBN tahun 2021, lanjut Presiden, juga harus fokus pada upaya pembiayaan kegiatan percepatan pemulihan ekonomi dan transformasi di berbagai sektor.

Antara lain, reformasi di bidang kesehatan, pangan, energi, pendidikan, dan percepatan transformasi digital.

Selanjutnya, Presiden bilang, sumbangan APBN pada produk domestik bruto Indonesia hanya berkisar 14,5 persen.

Sehingga, pemerintah perlu mendorong belanja pemerintah supaya menjadi daya ungkit perekonomian masyarakat yang diharapkan berimplikasi pada pulihnya sektor swasta dan UMKM.

“Dalam situasi krisis seperti ini, belanja pemerintah menjadi instrumen utama untuk daya ungkit, tapi juga agar sektor swasta dan UMKM bisa pulih kembali. Mesin penggerak ekonomi ini harus diungkit dari APBN kita yang terarah dan tepat sasaran,” paparnya.

Lebih lanjut, Presiden mengingatkan jajarannya jangan sampai melupakan agenda-agenda strategis besar bangsa Indonesia, terutama untuk menghindari perangkap negara berpendapatan menengah.

“Sejak 1 Juli 2020 kita tahu semuanya Indonesia telah meraih predikat upper middle income country. Namun, kita tahu tantangan untuk keluar dari middle income trap masih besar dan panjang,” pungkasnya.(rid/iss/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs