Teknologi informasi atau Information Technology (IT) memang jadi bagian keseharian masyarakat, dan di pandemi Covid-19, pemanfaatannya sebaiknya tidak sekadar untuk main game atau hiburan semata. Pola pikir pemanfaatan maksimal IT perlu dibangun.
“Pastinya bukan hanya untuk hiburan bersosial media atau chatting saja, tapi juga digunakan belajar, bisnis, dan juga melakukan pekerjaan. Itu fungsi kecil dan sebagian saja kalau kita memiliki perangkat IT seperti gadget atau handphone,” kata Pantjawati Sudarmaningtyas, S.Kom., M.Eng., Wakil Rektor I Universitas Dinamika (Undika) Surabaya, Jumat (17/7/2020).
IT, lanjut Pantja sapaan Pantjawati Sudarmaningtyas sebelumnya hanya digunakan atau dianggap sekadar pelengkap kehidupan sehari-hari semata, namun dengan kondisi datangnya pandemi Covid-19 ini, secara langsung kemudian mengubah perangkat IT itu menjadi kebutuhan pokok masyarakat.
Seharusnya, tambah Pantja penanaman mindset fungsi IT dan kegunaannya ini sudah dilakukan sejak masuknya internet di Indonesia, namun belum semua masyarakat siap dan bisa memanfaatkannya dengan baik.
Panjta mejelaskan, bahwa menanamkan mindset tentang fungsi dan kegunaan dari IT tersebut diakui memang tidak mudah. Bisa jadi hal ini karena masyarakat sudha terbiasa dengan kehidupan dan budaya konvensional yang ada dan sejak lama sudha dilakukan dan dijalani oleh masyarakat.
“Kita kadang merasa, IT kurang tepat saat dipakai untuk belajar maupun berinteraksi, padahal melalui teknologi informasi, kebutuhan untuk belajar, maupun untuk berinteraksi dengan masyarakat atau orang lain, di tempat lain, bisa dijalani dan dilakukan dengan lebih efisien,” papar Pantja.
Pantja melanjutkan, bahwa ada beberapa tips yang bisa digunakan dan dilaksanakan untuk menanamkan mindset IT ke masyarakat. Mulai dari penyadaran akan kondisi teknologi yang diakui atau tidak layaknya dua mata pisau yang bisa bersifat positif dan negatif.
Dua mata pisau itu, nilai positif atau negatif ditegaskan Pantja disesuaikan dengan pemanfaatan atas teknologi itu sendiri. Apakah hanya untuk bekerja saja, atau untuk belajar, atau bahkan hanya untuk hiburan saja. Karena itu, masyarakat harus bijak, disiplin dan memiliki prioritas dalam rangka memaksimalkan teknologi itu.
“Sehingga saat memegang gadget, maka akan ada pilihan prioritas yang didahulukan dan diutamakan. Dan tidak terlena hanya sekedar mengeksplor sosial media semata. Atau malah hanya main game saja. Ini akan sia-sia saja. Padahal teknologi dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin,” tegas Pantja.
Pantja juga mengakui bahwa dibutuhkan pembiasaan atau pendidikan lanjutan, agar masyarakat sekaligus dapat memanfaatkan IT dengan maksimal, dengan penuh kepercayaan manfaatkan segala fasilitas yang ada pada berbagai layanan atas kemajuan teknologi atau IT itu sendiri.
“Memang butuh waktu. Butuh pembiasaan, atau bila perlu memang butuh pendidikan lanjutan terkait dengan pemanfaatan IT. Termasuk juga kepercayaan atas fasilitas kemajuan IT itu. Mana mungkin masyarakat mau menggunakan e-commerce jika tidak percaya dengan manfaat dari e-commerce itu sendiri? Butuh edukasi memang,” kata Pantja.
Wakil Rektor I kampus yang sebelumnya bernama Stikom Surabaya itu juga berpesan agar masyarakat berhati-hati dalam menggunakan berbagai layanan dan fasilitas yang disediakan oleh teknologi informasi. Karena jejak digital itu terekam selamanya dan dapat diakses oleh banyak orang.
“Perlu diingatkan juga kepada masyarakat luas bahwa, pemanfaatan atas berbagai layanan serta fasilitas teknologi informasi itu akan meninggalkan jejak digital yang tersimpan dan dapat dibuka atau diakses oleh banyak orang. Ini memang hal sederhana, tetapi setiap orang sebaiknya memahami hal ini,” ujar Pantja.
Hal lain yang menurut Pantja juga penting untuk diingat dalam kaitannya dengan pemanfaatan teknologi informasi ini adalah bahwa segala kemudahan dalam teknologi informasi jangan sampai melunturkan atau bahkan malah menghilangkan budaya bangsa atau jati diri bangsa.
“Agar milenial atau generasi muda negeri ini tidak kehilangan jati dirinya, juga tidak luntur budayanya sehingga tetap memiliki budaya bangsa dan jati diri bangsa, di tengah kemajuan teknologi informasi. Atau paling tidak kemajuan teknologi informasi ini bisa digunakan memperkenalkan budaya Nusantara ini,” pungkas Pantja.(tok/ipg)