Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong pengembangan pertanian terpadu (integrated farming) guna mendukung upaya Pemerintah mewujudkan lumbung pangan.
Suwandi Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan bilang, pola pertanian terpadu menerapkan “zero waste” belakangan ini banyak ditekuni petani untuk memenuhi kebutuhan pangan secara holistik.
Ini seperti diterapkan petani di Desa Jagan Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Dalam satu lahan pertanian terpadu dibudidayakan banyak komoditas. Baik padi, sayur, ayam, lele, juga sapi.
“Dalam mewujudkan kemandirian pangan, Kementan mendukung petani melakukan metode pertanian integrated farming dengan zero waste. Artinya penggunaan eksternal input diminimalisasi,” kata Suwandi dikutip Antara, Minggu (12/7/2020).
Bentuk keseriusan dukungan pengembangan pertanian terpadu, Kementan memberikan bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR), bantuan bibit, serta sarana produksi lainnya.
Pola ini, menurut Suwandi, menjadi model yang bisa dikembangkan di berbagai daerah, tidak terkecuali dalam pembangunan lumbung pangan (food estate) di Kalimantan Tengah.
Dalam kunjungan itu, petani juga diberi KUR Kostraling, khususnya di sektor penggilingan dengan total anggaran sebesar Rp275 juta. Suwandi mengingatkan petani Gapoktan mencari “offtaker” yang akan bermitra dengan perbankan untuk mengakses KUR.
“Kami sangat mengapresiasi penerapan integrated farming yang sudah dilakukan di lahan 2 hektare. Beragam komoditas dibudidayakan secara terintegasi. Kami harap petani daerah lain menerapkan pola ini,” ujarnya.
Ada lima fokus kerja Kementan dalam percepatan pemulihan ekonomi dan sosial pasca pandemi Covid-19. Suwandi memaparkan, salah satunya program ketersediaan akses dan konsumsi pangan berkualitas (program spesifik).
Selain itu ada program nilai tambah untuk daya saing industri (program lintas K/L), riset dan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi (program lintas K/L), pendidikan dan pelatihan vokasi, serta program dukungan manajemen.
Heri Sunarto, pengelola pertanian terpadu di Desa Jagan, Kecamatan Bendosari, Sukoharjo mengatakan, dirinya kini sudah berhasil menerapkan “integrated farming” menuju zero waste (bebas sampah).
Konsepnya, membangun waduk lokal sebagai kolam penampungan agar cakupan airnya lebih luas. Di dalam enam bak besar kolam penampungan berdiameter 3 meter itu dibudidayakan ikan lele, nila, dan patin.
“Tidak hanya untuk perikanan namun juga ada peternakan ayam, lahan minapadi dan lahan sawah tadah hujan. Jadi di kolam penampungan ini nanti bisa memfilter kotoran dan sisa pakan. Masuklah air tersebut ke minapadi, setelah itu baru ke lahan padi tadah hujannya,” kata Heri.
Heri memanfaatkan limbah ikan dan ternak ayam untuk menjadi bahan pupuk. Agar efisien, ia pun memanfaatkan limbah rumah tangga dan sisa sembelihan ayam untuk bahan pakan ikan.
Alhasil, Heri mengaku kini sudah mendapat net profit Rp200 juta sampai Rp300 juta per hektare per tahun dari hasil budidaya peternakan, perikanan dan pertanian. Bahkan, pertaniannya sudah menerapkan IP 4 artinya setahun didesain untuk ditanam 4 kali.(ant/den)