Senin, 25 November 2024

Menkopolhukam: Pemerintah Menolak Tidak Masuknya TAP MPRS Pembubaran PKI di RUU HIP

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Mahfud MD Menkopolhukam di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Minggu (5/7/2020), saat menyampaikan penjelasan tentang sikap pemerintah atas RUU HIP. Foto: Humas Pemprov Jatim

Mahfud MD Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) dalam kunjungan kerjanya di Surabaya, Minggu (5/7/2020), menegaskan, pemerintah menolak segala bentuk penafsiran Pancasila dan tidak masuknya Ketetapan MPRS tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

RUU HIP adalah rancangan undang-undang inisiatif DPR RI yang cukup kontroversial dan mengundang reaksi sejumlah elemen masyarakat, terutama organisasi keagamaan. Pemerintah sendiri telah meminta DPR RI menunda pembahasan RUU ini dan meminta lembaga legislatif itu membahasnya kembali bersama masyarakat.

“Penafsiran Pancasila ke dalam satu Undang-Undang itu tidak boleh. Apalagi ditafsirkan menjadi Trisila atau Ekasila. Pancasila hanya bisa ditafsirkan menjadi Undang-Undang di berbagai bidang. Undang-Undang Ekonomi, itu penafsiran dari Pancasila, Pendidikan juga penafsiran Pancasila. Tapi tidak bisa ditafsirkan secara final dalam satu undang-undang saja,” katanya.

Pembahasan RUU HIP ini menuai protes berbagai elemen masyarakat. Termasuk di antaranya para pemimpin agama dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Salah satu keberatan utama masyarakat adalah tidak masuknya Ketetapan MPR (TAP MPRS) nomor 25 tahun 1966 tentang PKI.

“Mereka menyampaikan kekhawatiran, jangan sampai komunisme hidup lagi. Itu sama dengan pemerintah. Karena di dalam RUU yang dihasilkan itu tidak ada TAP MPRS Nomor 25/1966. Padahal itu yang menghalangi komunis, kok itu tidak dipasang? Dan ditafsirkan lagi, Pancasila itu. Diselewengkan dari aslinya lalu menjadi Trisila atau ekasila. Padahal aslinya ada lima: panca. Bukan tri, bukan eka. Nah itu yang mereka khawatirkan dan pemerintah merespons itu dan setuju dengan (kekhawatiran) itu,” ujarnya.

Menurut Mahfud, sejak 16 Juni kemarin pemerintah sudah menyampaikan respons atas pembahasan RUU HIP ini kepada DPR RI dengan mengutus Menkumham. Respons secara resmi yang disampaikan Joko Widodo Presiden baru-baru ini pun, kata Mahfud, masih belum melebihi batas waktu pemerintah untuk merespons pembahasan sebuah RUU.

“Sebenarnya pemerintah kan punya waktu untuk merespons resmi rancangan undang-undang itu sampai 20 Juli. Ya, selama 60 hari itu,” katanya.

Sebelumnya, gelombang kontra terhadap RUU HIP tidak hanya terjadi secara nasional. Respons atas pembahasan RUU HIP ini juga terjadi di berbagai daerah. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Jawa Timur, juga organisisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) juga menyampaikan tuntuan penghentian pembahasan dan pencabutan RUU HIP.

Beberapa waktu lalu, FKUB Jatim bahkan sempat menemui Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah untuk menyampaikan permintaan mereka soal pencabutan RUU HIP.(den)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
33o
Kurs