Jumat, 22 November 2024

Dewas Akan Mintai Keterangan Saksi Soal Firli Gunakan Helikopter

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Firli Bahuri. Foto: merdeka.com

Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) berencana memintai keterangan saksi-saksi atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli Bahuri Ketua KPK saat menggunakan helikopter di Sumatera Selatan, Sabtu (20/6/2020).

Sjamsuddin Haris Anggota Dewas KPK saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (29/6/2020), mengatakan pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran kode etik itu tidak cukup didasarkan keterangan satu orang saja.

“Dewas masih akan terus kumpulkan bukti dan meminta keterangan saksi-saksi dan pihak-pihak yang mengetahui, mendengar, melihat, dan/atau memiliki info terkait isu tersebut,” kata dia dilansir Antara.

Untuk diketahui dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli tersebut diadukan oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) ke Dewas KPK pada Rabu (24/6/2020).

Sebelumnya, Alexander Marwata Wakil Ketua KPK mengaku sudah mendapat penjelasan langsung dari Firli soal penggunaan helikopter tersebut yang saat ini menjadi polemik bahkan Dewan Pengawas KPK pun sudah memintai keterangan Firli pada Kamis (25/6/2020).

Alex menyatakan Firli menggunakan pesawat dari Palembang ke Baturaja untuk efisiensi waktu.

“Disampaikan saja, kemarin itu memang yang bersangkutan cuti ke Baturaja. Kabarnya kan naik helikopter dan itu memang membayar. Kalau PP (pulang pergi) kan lebih sehari, padahal cutinya sehari makanya menyewa helikopter itu, bayar kok dia bilang. Itu yang disampaikan,” ungkap Alex.

Aduan MAKI tersebut adalah yang kedua di mana dalam aduan pertama diduga Firli melanggar protokol Covid-19 karena tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak ketika bertemu puluhan anak-anak di Baturaja, Sumsel.

Adapun inti surat yang dikirim ke Dewas KPK tersebut bahwa pada Sabtu (20/6/2020), Firli melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja untuk kepentingan pribadi keluarga, yakni ziarah ke makam orangtuanya.

Perjalanan tersebut menggunakan sarana helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO. Hal tersebut, kata Boyamin, bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK yang dilarang bergaya hidup mewah.

Dalam Peraturan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi pada bagian integritas poin 27 disebut bahwa seluruh insan KPK tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama insan komisi. (ant/tin/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
36o
Kurs