Jumat, 22 November 2024

Pro-Kontra Kebijakan Nontunai di SPBU

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Ilustrasi aplikasi My Pertamina. Foto: Purnama suarasurabaya.net

Kebijakan Pertamina mengenai sistem pembayaran nontunai (cashless) saat pelanggan mengisi bahan bakar di SPBU menuai pro-kontra pengakses Suara Surabaya Media. Sebagian pendengar Radio Suara Surabaya menyampaikan persetujuan tentang kebijakan ini, sebagian lainnya menyampaikan keberatan maupun kritik.

Rustam Aji Unit Manager Communication Relation Pertamina Surabaya mengatakan, kebijakan pembayaran nontunai di SPBU ini akan mulai diuji coba pada 1 Juli mendatang. Dia menegaskan, kebijakan ini diputuskan untuk mengantisipasi potensi penyebaran Covid-19 melalui transaksi secara langsung.

Di awal uji coba ini metode pembayaran nontunai ini akan diterapkan di wilayah Surabaya Raya dan Malang Raya. Kepada Radio Suara Surabaya pada Minggu siang (28/6/2020), Rustam menjelaskan, pada praktiknya Pertamina akan mengarahkan pelanggan melakukan transaksi lewat aplikasi My Pertamina dan pembayaran lewat dompet digital Link Aja.

Sejumlah pendengar Radio Suara Surabaya, baik yang menyampaikan secara on air maupun lewat kanal WhatsApp menyatakan setuju dengan kebijakan ini karena menurut mereka pembayaran non-tunai membuat transaksi lebih mudah. Mereka juga menganggap, pembayaran nontunai bisa mengantisipasi potensi penularan Covid-19 melalui uang.

“Justru kalau pakai aplikasi mempermudah daripada pakai kartu masih pencat pencet pin, sama saja. Lama buat yang menunggu. Dengan aplikasi, kalau bisa berpikir untuk buka aplikasinya dahulu selagi antre, kan, malah lebih cepat. Waktu isi, sambil scan, isi nominal, pencet pin di hp sendiri. Done. Ringkas. Beres,” kata Johan Tan via WhatsApp Suara Surabaya.

Pendapat yang sama juga dilontarkan Rudi Soeriyanto (50 tahun). Menurutnya, pembayaran non tunai sudah saatnya dimulai dalam transaksi bahan bakar. Karena menurutnya, sekarang ini, sejumlah layanan yang tadinya menggunakan metode pembayaran konvensional sudah mulai beralih ke pembayaran nontunai demi kemudahan dalam transaksi.

“Saat ini sudah jaman digital, Indonesia sudah ketinggalan jauh dari negara yang sudah (memasuki) era digital. Banyak manfaatnya kalau cashless. Lebih efisien, menghindari korupsi, dan menghindari perampokan,” kata Rudi, sebagaimana disampaikan Irawan (40) pendengar lainnya.

Irawan bilang, sistem pembayaran non tunai mampu menjamin keamanan dan kenyamanan pelanggan daripada pembayaran dengan uang tunai. “Saya setuju cashless. Debit kan juga sudah ada, kalau mau pakai aplikasi juga boleh. Saya juga lihat e-KTP tingkat keamanannya lebih tinggi. Jadi apa-apa kalau mau pakai digital bisa lebih aman,” katanya.

Sejumlah pengakses Suara Surabaya pun mengaku sudah memanfaatkan aplikasi My Pertamina. Dwi Ang (45), misalnya, pendengar yang mengaku mendapat kemudahan ketika memanfaatkan aplikasi perusahaan plat merah itu. Hanya saja, kelancaran mengakses aplikasi itu masih bergantung pada kekuatan provider seluler masing-masing.

“Saya pemakai My Pertamina, itu tidak ada masalah. Tapi kadang-kadang tiap provider, kan, beda-beda. Ada yang biasanya agak lama waktu mau bayar,” tambahnya.

Pendapat yang Kontra

Tidak semuanya sepakat dengan metode baru cara pembayaran yang akan diuji coba oleh Pertamina. Sebagian pendengar Radio Suara Surabaya lainnya menganggap, kebijakan itu terlalu dipaksakan. Alasannya, tidak semua orang memiliki gadget yang memadai untuk menjalankan pembayaran nontunai.

“Kalau aplikasi android itu sedikit banyak bergantung pada versi andoridnya. Kalau versi kita terbaru mungkin bisa mengkuti sampai (aplikasi) My Pertamina kedepan, tapi kalau android versi lama tidak akan terupdate. Apakah itu semua sudah tercover semua versi android?” kata Wisnu Harbono (44) pendengar.

Imam Syafii pendengar yang lainnya mengatakan, saat ini belum semua orang di Indonesia fasih menggunakan gawai, telepon pintar, apalagi mengakses aplikasi itu. Penggunaan smartphone, kata Imam, masih belum merata di semua kalangan pelanggan Pertamina, sehingga kebijakan ini menurutnya perlu ditinjau ulang.

“Kan tidak semua orang pakai android. Bagaimana kalau untuk kalangan menengah ke bawah atau kalangan masyarakat paling bawah yang tidak menggunakan smartphone, misalnya?” ujarnya. Pernyataannya ini senada dengan Rikianto (39 tahun) pendengar lainnya.

“Sulit diterapkan untuk kalangan bawah karena harus setor uang dulu di aplikasi. Belum lagi aturan minimalnya dalam aplikasi,” ujar Rikianto merespons topik pembahasan radio tentang metode baru pembayaran nontunai di Pertamina.

Najib, pendengar Radio Suara Surabaya yang saat ini sudah berusia 82 tahun pun menyampaikan pendapatnya. Bagi orang seusianya, akan ada kemungkinan mengalami kesulitan bertransaksi kalau Pertamina nantinya akan sepenuhnya menerapkan sistem pembayaran non tunai lewat aplikasi telepon pintar.

“Ini kan rencana mau pakai aplikasi. Lha kalau untuk orang seusia saya, ya nggak punya, kesusahan kalau harus pakai handphone,” keluhnya.

Kendala jaringan seluler juga menjadi perhatian Hendra Prasetya (59 tahun) pendengar lainnya. Dia tidak setuju Pertamina sepenuhnya menggunakan pembayaran nontunai karena penggunaan aplikasi bergantung jaringan seluler atau sinyal masing-masing ponsel pintar. Hendra pun menyarankan pembayaran nontunai menggunakan sistem kartu elektronik seperti e-tol.

“Saya sering pakai e-wallet, kadang sinyalnya tidak ada. Kalau cashless-nya kayak di tol, itu tidak masalah. Nggak pakai sinyal. Menurut saya, kalau seperti di tol itu lebih masuk akal,” ujarnya.

Bahaya Sinyal Ponsel di SPBU

Sejumlah pendengar lain mempertanyakan kebijakan pemakaian ponsel pintar saat di SPBU. Selama ini, setiap SPBU selalu menyampaikan larangan pengoperasian ponsel saat pengisian bahan bakar karena hal itu cukup berbahaya.

“Pembayaran pakai aplikasi seingat saya harus pakai scan barcode, kan, itu kan pakai smartphone. Apa tidak bahaya menyalakan HP di SPBU?” tanya Hafid Samanto (45) salah satu pendengar.

Ismail Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) Kementerian Kominfo memang sempat menyatakan tentang bahaya menghidupkan ponsel di SPBU pada Agustus 2018 lalu. Sinyal frekuensi radio dari ponsel memang bisa memicu atau memantik api yang berpotensi menimbulkan kebakaran di SPBU.

Mengenai ini Rustam Aji Unit Manager Communication Relation Pertamina Surabaya mengatakan, penggunaan ponsel di SPBU cukup aman asalkan ada pengaturan jarak antara ujung nozel (ujung selang bahan bakar) dengan handphone. “Jaraknya minimal satu atau dua meter. Masih aman,” katanya.(tin/den)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
26o
Kurs